[Freelance] Black Rose #1


Title                   : Black Rose [The Beginning] #1

Author             : vermouth407 (Monica Trihandini)

Main Cast       :  Kyuhyun and a Girl (you’ll find it ^^)

Support Cast   : Park Jungsoo and Kim Taeyeon

Genre              : Mystery, Romance

Length             : Chapter

Rated              : General

[A/N]               : Annyeong yeorobun ^^ saya datang membawa ff dengan cast utama nae nampyeon, Cho Kyuhyun #eh *digampar sparkyu*

Oh ya, perlu dibilang juga bahwa ff ini MURNI dari otak saya. Dan walaupun nih ff agak gaje, kritik dan saran sangat diperlukan supaya saya bisa bikin ff lebih baik lagi 😉

Ya sudahlah, sebelum saya bacot lebih banyak lagi, happy reading ^^

“Dasar tak berguna!”

Lengan kokoh pria yang usianya hampir kepala tiga itu merengkuh kerah baju seorang gadis cilik yang berdiri di hadapannya dan otomatis membuat tubuh anak perempuan itu terhempas ke dinding gudang usang yang berada di dalam rumah milik pria itu.

“Bodoh!!” Pria itu menjatuhkan rokoknya ke lantai lalu menginjaknya dengan sekali saja yang membuat nyala puntung rokok tersebut padam. Ia menatap abu rokok yang berserakan di lantainya yang berantakan, lalu matanya beralih pada perempuan berusia 13 tahun yang selama lima tahun ini resmi menjadi anak asuhnya tersebut. Kemudian ia merogoh dompet kulit coklat lusuh —yang di dalamnya terdapat selembar foto usang sepasang kekasih— dan mengeluarkan tiga lembar uang dari dompetnya. Dilemparkannya uang itu tepat di muka gadis kecil yang kini sedang terduduk lemas di sandaran dinding dengan wajah tertunduk dan mata terpejam.

Pria berbadan tinggi itu pun mendekat dan berjongkok agar tingginya menyamai gadis bergau putih lecek yang sedang terkulai lemah itu. Seakan tak peduli akan kondisi anak asuhnya, ia malah menjambak kasar rambut panjang terurai milik gadis cilik itu dengan mata penuh amarah.

“Lihat!! Lihat uang itu! Hitung!! Masa hanya segitu saja uang yang kau dapat sehari ini, hah?! Kalau begini, percuma saja aku mengasuhmu kalau hanya mencuri uang saja kau tak bisa!”

Gadis cilik itu hanya terdiam sembari menggigit bibirnya mungilnya yang bergetar hebat. Matanya masih terpejam, pertanda bahwa ia takut menatap pria yang sudah dianggapnya sebagai ayah — walaupun tak pernah berkelakuan seperti ayah pada umumnya — dan lebih cocok dipanggil ‘oppa’ karena umur pria itu yang masih muda. Gadis itu sedikit meringis kesakitan begitu tangan kokoh ayahnya menjambak rambut hitamnya yang berkilau. Sedikit? Ya, itu karena ia sudah terbiasa—bahkan sangat terbiasa— dengan kelakuan ayah angkatnya yang memang temperamental dan main tangan. Walau begitu, ia tak berani melawan karena memang dirinya sudah tak punya apa-apa lagi di dunia yang fana ini selain pria di hadapannya itu. Jika ia nekat melarikan diri, ia paham betul bahwa itu merupakan perbuatan bodoh. Siapa lagi yang akan memberikannya tempat tinggal dan makan gratis? Gadis cilik itu tau bahwa dunia luar sana sangatlah keras dan kejam. Sangatlah sulit bagi gadis belia sepertinya untuk mencari makan dan tempat tinggal.

Sebenarnya entah sudah berapa kali ia mencoba melarikan diri, tapi selalu saja gagal alias tertangkap basah oleh ayahnya. Maka dari itu, kini yang bisa ia lakukan hanyalah diam, diam dan lagi lagi diam jika ayahnya sudah marah seperti ini.

Pria itu semakin memperkuat jambakannya, membuat tubuh gadis itu tertarik dan  terjatuh ke depan. “JAWAB AKU, ANAK BODOH TAK BERGUNA!!”

Gadis itu mau tak mau buka suara sebelum amarah ayahnya semakin meledak-ledak. “Mianhae, appa…” Suaranya tercekat. Gadis itu menelan ludah sejenak, berharap agar upayanya itu membuat suaranya bisa keluar. Seolah ada bongkahan batu besar di dalam tenggorokan yang membuatnya sulit untuk berbicara. “Mianahe.. Aaa.. Aku tak bisa. Aku sudah mencoba mencuri, tapi aku selalu saja ketahuan.”

“BABOYA!!” Kini tangan pria itu menghantamkan kepala gadis cilik itu ke lantai, diiringi erangan kesakitan anak perempuan berparas manis tersebut. Kini kepala dan tubuh gadis itu dalam posisi tengkurap di atas lantai.

“Cih! Percuma aku membuang-buang uang untuk membiayai hidupmu.” Pria itu meludah sebentar, kemudian berbalik membelakangi gadis kecil yang kini hanya bisa meredam tangis sebisa mungkin agar tidak terdengar oleh ayah angkatnya.

“Kau masih ingat? Dua tahun lalu aku mengadopsimu dari panti asuhan. Aku masih ingat sekali, kau yang saat itu berumur 7 tahun sangat bahagia begitu aku menjemputmu dan bilang bahwa aku akan menjadi ayahmu.” Pria itu melemparkan pandang ke arah luar jendela yang kini gelap karena kekelaman malam. Tanpa ia sadari ia menyunggingkan senyum tipis, mengenang peristiwa 5 tahun lalu.

Flashback

“Mwo?! Kau bilang apa tadi?”

Seorang perempuan melirih sembari menangis lemah dan menunduk, tak berani menatap pria di hadapannya yang tak lain adalah kekasihnya. “Aku hamil…”

“Mana mungkin! Kita hanya melakukannya sekali, mana mungkin kau langsung hamil, hah?”

Perempuan itu masih menunduk dalam tangis sambil sesekali mengelus-elus perutnya yang sedikit buncit. Ia menatap miris namjachingunya. “Tapi, Jungsoo oppa.. Memang beginilah kenyataannya. Kita sudah berbuat dan kau berjanji untuk bertanggungjawab, kan? Aku mohon, jangan biarkan janin yang ada di dalam perutku ini menjadi anak tanpa ayah…” Perempuan itu menatap perutnya lalu mengelusnya pelan.

“Kau gila, Kim Taeyeon!! Aku masih tujuh belas tahun dan kau suruh aku untuk jadi ayah di usia semuda ini?! Shireo!!”

Perempuan bernama Taeyeon itu menatap dalam kekasihnya dengan berlinang air mata. Sebenarnya ia ingin bicara, hanya saja susah sekali untuk bicara dalam batin yang begitu terguncang. Setelah mencoba mengerahkan segenap kekuatan, ia pun berkata degan hati-hati. “Jangan bilang… oppa ingin.. aku menggugurkan kandungan?”

Jungsoo menjawab dengan nada datar agar terkesan tenang sembari mengalihkan pandangan ke arah lain. “Baguslah jika kau tau apa yang kupikirkan.”

“Michyeo namja (Pria gila) !! Kau mau aku menggugurkan kandungan setelah apa yang kita perbuat selama ini? Mana tanggungjawabmu? Mana Park Jungsoo yang kukenal sebagai sunbae dan ketua OSIS yang dikenal paling bertanggungjawab?” Taeyeon membentak, membuat Jungsoo yang mengenal Taeyeon sebagai pribadi yang lembut pun tersentak. Tak lama kemudian Taeyeon menangis semakin kencang seraya menutup wajah dengan kedua tangannya.

Jungsoo hanya terdiam sambil sesekali menghela nafas berat. Ia menggigit bibirnya, seolah-olah dengan begitu perasaannya bisa sedikit lebih tenang. Tapi ia salah total. Tetap saja rasa bersalah meronggoti batinnya. Biar bagaimanapun ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan seharusnya ia tau betul bahwa menggugurkan kandungan adalah perbuatan dosa yang teramat berat.

“Baiklah…” Perkataan Jungsoo memecah keheningan panjang di antara mereka berdua. Taeyeon yang daritadi terisak pun menatap Jungsoo dalam.

“Kau tak perlu menggugurkan kandunganmu, karena aku akan bertanggungjawab.”

Pernikahan sangat sederhana pun dilaksanakan di gereja kecil tiga bulan kemudian. Sangat sederhana, karena tak satupun sanak famili dari kedua pihak menghadiri pernikahan mereka. Hanya pendeta dan altar-lah yang menjadi saksi pernikahan mereka. Keluarga mereka tak mau menanggung malu ketika tau anak mereka hamil di luar nikah. Mereka berdua diusir oleh keluarga secara tidak hormat. Walau begitu, kedua manusia yang saling mencintai ini tetap saja ingin menikah.

Setelah mengucapkan janji sehidup semati di depan altar dan pendeta, barulah Taeyeon dan Jungsoo merasa lega. Jungsoo tersenyum menatap perut buncit Taeyeon yang kini usia kandungannya sudah memasuki 7 bulan. Dan itu berarti, mereka harus menunggu dua bulan sepuluh hari lagi untuk menantikan kehadiran malaikat kecil di keluarga mereka.

Namun sayang, pada dua bulan sepuluh hari kemudian, yang seharusnya adalah hari bahagia bagi mereka berdua, justru menjadi hari yang paling dibenci Jungsoo.

Karena, istrinya yang berpostur mungil dan kurus itu meninggal setelah melahirkan si kecil ke dunia ini.

Dari kejauhan Jungsoo menatap nanar bayinya yang masih berada di dalam ruang inkubator bayi. Dan entah kenapa saat itu juga, Jungsoo langsung membenci bayi perempuan yang belum diberinya nama itu. Ia benci karena bayi itulah, istrinya meninggal dunia.

Dua bulan berlalu sejak kepergian Taeyeon di dunia ini. Jungsoo yang notabene tak bisa mengurus anak akhirnya menyerah. Bayi perempuan yang masih belum diberinya nama itu selalu saja mengusik kenyamanannya bila Jungsoo ingin tidur di malam hari. Bayi yang kini hampir menginjak usia tiga bulan itu selalu saja menangis di malam hari, membuat Jungsoo yang selalu tak ingin repot jadi terganggu. Belum lagi ia harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mengurus keperluan bayi mungilnya, sementara selama ini ia tak punya pekerjaan tetap. Tidak. Ia tak bisa begini terus. Setidaknya sebelum ia mati di tangan rentenir yang terus menagih utang, ia tak bisa hidup seperti ini.

Dan puncaknya, ia mengambil pena dan menulis di atas kertas putih.

‘Tolong rawat anak ini baik-baik. Beberapa tahun kemudian aku akan mengambil kembali anak ini. Bayi ini belum punya nama, jadi aku mohon beri nama yang sesuai dengannya.’

Kertas itu pun ia masukkan ke dalam amplop kemudian ia selipkan di dalam keranjang bayi. Bayi tanpa nama itu pun dimasukkannya ke dalam keranjang tersebut. Sesaat Jungsoo terdiam. Ia memikirkan sesuatu yang bisa membuatnya langsung mengenali bahwa bayi ini adalah anaknya.

Matanya melirik sekumpulan bunga mawar hitam yang berada di dalam vas bunga meja ruang tamunya. Ia pun teringat saat menerima bunga yang tak lazim itu. Bunga mawar hitam itu ia terima tepat berada di bawah pintu ruang tamu, sehari setelah bayi itu sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Kiriman mawar hitam dari orang misterius tersebut seolah pertanda bahwa pengirim mawar itu ingin menyampaikan dukacita atas meninggalnya Taeyeon.

Jungsoo mengambil setangkai dan meletakkannya di keranjang bayi tersebut. Setelah merasa bahwa mawar hitam saja tidak cukup sebagai tanda, ia teringat akan sesuatu. Ia menarik laci meja rias milik Taeyeon dulu dan benar saja, benda itu masih ada begitu ia membuka kotak perhiasan milik Taeyeon. Sebuah kalung kecil yang berukiran sebuah gambar.

Mawar hitam.

Masih segar dalam ingatannya, kalung itu ia dapat seminggu setelah kematian Taeyeon. Lagi-lagi mawar hitam. Jungsoo sampai saat ini masih bingung siapa pengirim mawar misterius itu, tapi sepertinya ia tak punya waktu untuk pusing-pusing memikirkan hal itu karena waktu itu ia sibuk mengurus bayi perempuan tanpa nama tersebut sambil sesekali mencari pekerjaan.

Jungsoo pun mengambil kalung berukiran mawar hitam itu kemudian mengalungkan kalung indah itu di leher bayi mungil tak berdosa tersebut. Sesaat sebelum ia mengangkat keranjang bayi itu, ia menatap sedih bayi yang berada di dalam keranjang itu.

“Mianhaeyo… aku bukan appa yang baik. Aku tak bisa mengurusmu dalam keadaan begini. Aku tak bisa membahagiakanmu seperti ayah lainnya. Aku belum punya pekerjaan, dan kau tak bisa bersamaku jika keadaaku masih begini.. Kau layak untuk mendapatkan yang terbaik, tapi semua itu takkan terwujud bila kau masih hidup denganku.” Tangannya refleks bergerak ke dalam keranjang, mengambil bayi itu lalu memeluknya erat sebagai tanda perpisahan. Tanpa ia sadari air matanya mengalir, sedikit membasahi bagian punggung baju bayi itu. Begitu sadar bahwa malam semakin larut, ia meletakkan kembali bayi itu dalam keranjang lalu pergi beranjak menuju panti asuhan yang lumayan jauh dari rumah kontrakannya.

“Nuguseyo?” Ibu pemilik panti langsung mengedarkan pandang begitu Jungsoo menekan bel. Tentu saja Jungsoo langsung bersembunyi di balik tembok di luar panti begitu menekan bel. Ia hanya ingin memastikan bahwa bayinya ditemukan dan akan dirawat di panti ini.

“Mwo?? Ada bayi?” Jungsoo mendengar suara ibu pemilik panti asuhan di balik tembok. Ia pun mengintip. Jungsoo bisa melihat dengan jelas bahwa ahjumma berusia sekitar 40-an itu sedang membaca surat darinya, lalu meletakkan surat itu kembali sambil membawa masuk keranjang bayi tersebut. Jungsoo langsung menghela nafas lega.

Ia pun tersenyum lalu beranjak meninggalkan panti tersebut. Aku berjanji akan menjemputmu suatu hari nanti, tekad Jungsoo dalam hati.

Dan tanpa ia sadari, sosok misterius yang memperhatikannya sedaritadi di balik pohon kini menatap punggung Jungsoo dari kejauhan dengan tatapan tidak senang.

End of flashback

Pria yang tak lain adalah Park Jungsoo masih melayangkan lamunan ke arah luar jendela. Suara jangkrik dan katak yang bersahutan seolah menjadi musik latar suasana di antara Jungsoo dan bayi mungilnya yang kini hampir menginjak usia remaja. Ya, gadis kecil yang kini tersungkur di lantai adalah anak kandung dari seorang Park Jungsoo dan Kim Taeyeon.

Semua orang pasti akan tercengang begitu tau kenyataan ini. Jika benar gadis itu adalah anaknya, kenapa Jungsoo tega menyiksa gadis itu? Tentu saja semua itu ada alasannya. Setiap kali melihat mata bening gadis itu, ia selalu teringat pada Taeyeon dan otomatis kebenciannya menguak ke permukaan. Ya. Ia benci karena anak perempuan di hadapannya inilah penyebab kematian Taeyeon, yeoja yang sangat dicintainya itu. Jadi wajar, semua itu seketika mengaburkan ingatannya bahwa gadis 12 tahun dihadapannya adalah anak kandungnya sendiri begitu menatapnya.

Jungsoo menghela nafas berat. Ia lelah. Ia lelah bersandiwara. Ia lelah bersandiwara menjadi seorang ayah angkat yang arogan dan temperamental. Apakah ia harus memberitahu pada gadis kecil itu bahwa dirinyalah ayah kandung yang setengah mati dicarinya itu?

Jungsoo menjambak sebagian kecil ujung rambutnya yang berwarna kecoklatan. Ia berpikir keras. Apakah semua itu perlu diberitahu sekarang juga? Entahlah. Jungsoo hanya ingin identitasnya tidak diketahui. Ia tidak ingin gadis kecil di hadapannya itu tau bahwa pria yang selalu menyiksanya ini adalah ayah kandungnya. Tidak. Ia tak mau gadis itu kecewa melihat ayah kandungnya hidup dalam kondisi menyedihkan seperti ini. Tapi bersandiwara terus menerus bukanlah perihal yang mudah. Jungsoo juga bukan aktor drama yang hebat.

Jungsoo mengalihkan pandang ke arah gadis kecilnya yang kini terduduk bersandar di tembok dengan posisi kepala yang tertunduk dalam dan kedua tangan di belakang. Rambut hitam panjangnya yang kini berantakan secara otomatis menutupi hampir seluruh tubuhnya—bahkan hampir menyapu lantai.

Jungsoo memperhatikan gadis itu dengan seksama. Walau rambut gadis itu mendominasi seluruh wajahnya, namun Jungsoo bisa melihat dengan jelas betapa tajamnya sorot mata anaknya itu. Sorot mata yang sarat akan kebencian. Mata penuh dendam.

Ya, mata itu tertuju padanya.

Jungsoo menahan nafas. Sedikit terkejut dengan mata gadis kecil itu yang tak pernah menampilkan sorot tajam seperti itu. Baru pertama ini ia melihat mata penuh kebencian seperti itu.

Jungsoo menarik nafas panjang, kemudian menghembuskannya lagi. Berharap bahwa semua itu bisa melegakan hatinya untuk menceritakan semua kebenaran tentang gadis itu. Ya, ia harus menceritakan itu semua sekarang juga. Sebelum pintu hati gadis itu dipenuhi oleh kebencian akan dirinya.

Jungsoo mendekati gadis itu perlahan, lalu berjongkok di depannya. Ditatapnya gadis itu lembut, walau kepala perempuan itu masih tertunduk. Tangan gagah Jungsoo refleks membelai rambut panjang anak semata wayangnya itu. Seolah dari belaian lembut tersebut dapat menyalurkan betapa besar hasratnya untuk meminta maaf atas segala perbuatan keji yang dialamatkan pada gadis itu.

Ya, ia harus minta maaf sebelum ia menceritakan semua. Maka dari itu Jungsoo mencoba meraih kedua tangan gadis kecilnya yang sedaritadi bersembunyi di belakang tubuh mungilnya.

Namun semua tak semulus yang Jungsoo kira. Gadis kecilnya punya niat lain.

“Uhuk!! Apa yang kau…..” Jungsoo memuntahkan darah dari mulutnya. Punggung tangan kanannya menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. Tak lama kemudian ia tersungkur jatuh dengan tangan kiri yang memegang perut bercucuran darah segar.

“Kau…” desis Jungsoo sembari menatap gadis kecil yang selama ini dianggapnya lemah tersebut dengan geram. Ia menggertakkan giginya, berharap dengan ini secuil rasa sakit yang dirasakannya bisa hilang walau sesaat. Jungsoo menatap nanar pisau dapur yang masih tegak menancap di perutnya.

Tatapannya beralih pada gadis kecilnya yang hanya bisa berdiri seraya mengatur nafasnya yang terengah-engah. Kentara sekali gadis itu menusukknya dengan segenap kekuatan yang dia punya.

Gadis itu menatapnya kaku. Kemudian matanya beralih pada kedua telapak tangan mungilnya yang kini bercipratan darah. Tampak dari ekspresi gadis itu bahwa ia sangat ketakutan melihat darah segar tersebut. Tidak. Sepertinya gadis itu ketakutan melihat tangan sucinya kini sudah berlumuran dosa, bukan karena ia takut pada darah.

Kini nurani gadis itu dipenuhi kebimbangan. Ia bingung, apakah ia harus menolong ayah angkatnya itu lalu meminta maaf atas perbuatannya, atau ia harus melarikan diri sejauh mungkin dan hidup sebatang kara di luar sana? Wajar gadis itu bingung. Jika ia memilih untuk tetap tinggal, tentu siksaan yang lebih kejam lagi akan menantinya. Tapi seberapa kejamnya ayah angkatnya itu, dia masih mau memberinya makan. Namun jika ia melarikan diri sekarang juga, mau tinggal dimana ia? Ia hanyalah seorang gadis lemah berumur 12 tahun, belum siap menghadapi kerasnya dunia luar.

“Kau….” Jungsoo mencoba bangkit dari duduknya walau dengan gerak tubuh sempoyongan. Ia menatap geram anaknya yang kini hanya bergidik ketakutan. Niat gadis itu untuk meminta maaf sirna sudah, karena ia tau semua itu sia-sia.

Gadis itu menatap lantai gudang, mencari-cari sesuatu yang bisa ia pakai untuk membela diri. Akhirnya ekor matanya menangkap sebuah pistol revolver yang sudah dilengkapi peredam suara.

“Awas kau!!” Jungsoo kini berteriak dan berlari ke arah gadis mungil tersebut. Gadis itu ketakutan melihat Jungsoo semarah itu. Dengan gemetar tangan kanannya mengambil pistol tersebut lalu segera menarik pelatuk. Bisa ditebak. Sosok gagah Jungsoo tersungkur jatuh begitu peluru yang diluncurkan pistol itu tepat bersarang di dadanya.

Gadis itu bergidik ngeri mendengar erangan Jungsoo saat tersungkur tadi. Ia ketakutan. Semakin ketakutan lagi karena kini tak ada lagi suara yang keluar dari mulut Jungsoo. Menegaskan gadis itu bahwa Jungsoo sudah tewas.

Gadis itu menyeka kedua ekor matanya yang hampir mengeluarkan setitik air mata. Tidak. Bukan saatnya ia harus menangis meratapi kematian ayah nagkatnya yang kejam. Ia harus lari. Ya. Harus. Sebelum ia ditangkap polisi dan mati konyol di penjara.

Gadis itu berlari kencang tanpa tau arah tujuan. Meninggalkan rumah kecil yang ia tempati selama bertahun-tahun. Ia hanya tau berlari saja. Ya. Walau ia tau pasti bahwa pelariannya ini takkan ada ujungnya.

Tanpa gadis itu sadari, sepasang mata yang dari tadi mengawasi segera berlari meninggalkan tempat persembunyiannya dan segera mengikuti jejak gadis itu.

***

Setelah gadis itu merasa bahwa ia cukup jauh dari rumah yang dianggapnya sebagai ‘neraka’, barulah gadis itu berhenti. Ia mengatur nafasnya sejenak, lalu akhirnya ia tersadar akan sesuatu begitu ia mengedarkan pandang.

Dimana aku?

Matanya menyusuri pemandangan yang ada di hadapannya, berusaha mengidentifikasi dimana tempat ia berdiri sekarang ini. Gadis lugu itu bingung. Ia tak pernah datang ke tempat ini sebelumnya. Suasana malam hari yang ia ketahui selalu sepi dan suram itu berbanding terbalik dengan tempat dimana ia berdiri sekarang. Tempat ini sunyi, tak banyak orang berlalu lalang. Tempat ini juga berjejeran toko-toko dengan cahaya lampu yang gemerlap warna-warni, ditambah dengan dentuman musik yang bahkan bisa terdengar dari sini diiringi sorakan para pengunjung di dalam toko itu.

Ah, seandainya gadis itu tau bahwa toko gemerlap itu bernama klub malam, tentu ia tak akan menghampiri tiga pemuda mabuk yang baru saja keluar dari situ.

“Annyeong aggasi. Permisi, bolehkah aku bertanya?” tanya gadis itu dengan polosnya pada mereka, membuat para pria tersebut saling pandang satu sama lain. Sesaat mereka tertawa.

“Apa yang mau kau tanyakan, gadis manis?” jawab pemuda bertubuh tinggi seraya mengulum senyum geli.

Meski agak risih dengan panggilan pemuda itu, namun gadis itu mencoba untuk mengabaikannya. “Aku mau tanya.. Apa nama daerah ini? Aku tersesat.”

“Ooh ~ dia tersesat rupanya. Hmm, bagaimana ini?” tanya pemuda yang lain sambil memandang teman-temannya lalu tertawa. Walau tak mengerti apa yang ditertawakan pria itu, gadis itu tetap menunggu dengan sabar jawaban pria tersebut.

“Ini wilayah orang dewasa, anak kecil.. Jadi pulanglah sebelum orangtuamu khawatir mencarimu.” Pemuda itu tertawa lagi.

Gadis itu menggembungkan pipi. “Aku bukan anak kecil!!”

“Hey, kalian dengar? Dia bukan anak kecil katanya.” Sontak para pria muda tersebut tertawa, membuat gadis itu semakin kebingungan.

“Memang apa buktinya kalau kau bukan anak kecil?” tanya pemuda berambut cepak itu sambil mendekatkan diri pada gadis kecil itu.

“A..Aku….” Gadis itu tak tau harus menjawab apa. Matanya melirik kiri kanan karena tak tahan ditatap begitu dalam pada pria di hadapannya.

“Bagaimana kalau kami yang membuktikannya?”

“Eh?”

Ketiga pria tersebut maju selangkah, membuat gadis itu refleks mundur dan tanpa ia sadari ia sudah terpojok di tembok jalan.

Gadis itu ketakutan. Ia takut pria di hadapannya akan berbuat sesuatu yang membahayakan dirinya.

Pria berpostur tinggi tersebut memegang dagu gadis itu. “Jangan takut gadis kecil.. Kami hanya meminta pertanggungjawaban perkataamu itu. Kau ingin bukti bahwa kau bukan anak kecil, kan?” Gadis kecil itu hanya meringis. Ia benar-benar takut. Ia tak bisa melakukan apapun selain memejamkan matanya.

Pria tersebut mulai memiringkan kepalanya dan perlahan mendekatkan diri, berusaha mencium bibir tipis gadis itu.

Gadis itu membuka matanya. Tidak. Ia tak boleh pasrah dalam keadaan seperti ini.

Kini jarak pria dan gadis itu hanya beberapa inchi saja, membuat nafas memburu dan bau alkohol pria tersebut bisa dirasakan oleh gadis itu. Dua pria di belakangnya hanya tersenyum menyeringai.

Begitu jarak mereka hanya lima sentimeter saja, tangan kanan gadis itu perlahan bergerak menyusup dalam saku gaun putih panjangnya, mengambil sesuatu.

Jarak di antara mereka berdua kini tak ada lagi. Kedua teman pria tersebut tertawa karena temannya berhasil mengerjai bocah ingusan yang baru saja mereka temui.

Tawa kedua pria itu dalam sekejap lenyap karena kini temannya sudah terbaring kaku di tanah dengan perut bersimbah darah.

Mulut keduanya sontak menganga sambil melotot kaget tak percaya menatap temannya kini sudah menjadi mayat. Mereka kemudian beralih memandang gadis kecil itu. Gadis kecil itu tersenyum penuh kemenangan dengan pistol yang sudah teracung ke arah mereka berdua. Dan seperti perkiraan, kedua pria mabuk tersebut roboh seketika.

Gadis itu menatap datar mayat ketiga pria di depannya. Entah kenapa, ada sensasi tersendiri yang mengalir deras dalam darahnya begitu menembak ketiga pria tersebut. Jiwa dendam yang terbelunggu seolah terlepas seiring peluru yag ia tembak. Jiwanya seolah lepas dan lega.

“Kau hebat sekali, gadis kecil.”

Sebuah suara berhasil mencuri perhatian gadis yang sedang berjongkok mengambil dompet dan barang berharga milik ketiga pria tersebut. Gadis itu menoleh dengan wajah yang tersirat kebingungan pada si empunya pemilik suara.

“Nuguseyo?” tanya gadis itu singkat.

Si pemilik suara yang ternyata adalah seorang laki-laki berusia sekitar lima belas tahunan tersebut hanya diam sambil berjalan mendekat pada gadis itu. Kedua tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celana hitam panjangnya keluar dan tangan kananya ia ulurkan pada gadis itu.

“Mau kubantu berdiri, nona muda?”

Walau bingung gadis itu menyambut uluran tangan pemuda tersebut dan setelah berhasil berdiri, tanpa disangka-sangka gadis itu pria di hadapannya tersenyum lebar padanya.

“Mianhae aggasi… kalau boleh tau, kenapa daritadi kau tersenyum seperti itu? Memang kenapa denganku?” tanya gadis itu dengan penuh kehati-hatian.

“Aniyo. Kau yang membuatku seperti ini.”

Gadis itu mulai agak takut dengan pria di depannya. Takut jika pria berparas tampan ini sama dengan para pria yang kini sudah menjadi mayat itu.

“Tenang. Aku bukan pria mesum seperti para pria itu.” Mulutnya mengarah pada mayat-mayat yang terlentang di tanah. “Kalau boleh tau dimana orangtuamu, gadis kecil?”

Gadis itu menjawab dengan sedikit tertunduk. “Aku….Aku yatim piatu.”

Bukannya meminta maaf atau menatap iba, pria itu malah tersenyum simpul sambil menatap tajam gadis itu.

“Biar kutebak.” Pria itu berjalan mengelilingi gadis manis tersebut lalu berhenti tepat di hadapannya. “Kau lari dari rumahmu setelah bertengkar dengan ayahmu.. Ah tidak, kurasa kau telah membunuhnya. Kau lari hingga sampai disini dan karena tersesat kau kemudian bertanya pada pria-pria mesum ini dan akhirnya kau pun membunuh mereka. Benar, kan?”

Gadis itu terlonjak kaget, heran bagaimana pria itu tau dengan pasti kejadian yang ia alami hari ini. Dan seolah mengerti bahwa gadis itu penasaran, pria itu akhirnya angkat bicara.

“Aku mengikutimu dari tadi.”

Tentu saja kalimat singkat itu tak membuat gadis berambut panjang itu puas akan jawaban dari pria itu. Matanya menatap manik mata hitam pria itu, menuntut penjelasan.

“Sudah lama aku tau bahwa di rumah tuan muda Park ada seorang anak perempuan yang setiap hari terkurung di dalam rumah. Anak tersebut hanya diperbolehkan keluar rumah untuk ke sekolah saja, selebihnya tidak. Ia sangat berharap di sekolah ia akan mendapatkan banyak teman, tapi nyatanya tidak. Di sekolah ia dijauhi karena tingkahnya yang aneh dan terlalu pendiam.” Pria itu berdehem sebentar sebagai tanda jeda. “Di rumah ia selalu disiksa oleh ayah asuhnya dan puncaknya, tepat sekitar pukul tujuh malam, ia pun membunuh ayahnya dengan sekali tusukan dan sekali tembakan peluru. Benar-benar hebat.”

Gadis itu menahan nafas. Sangat sulit untuk mencerna setiap ucapan yang meluncur dari mulut pria itu hingga membuatnya sedikit kesulitan bernafas. Pria di hadapannya menceritakan secara rinci setiap peristiwa, membuat ia semakin penasaran dan tak tahan untuk bertanya.

“Siapa kau sebenarnya?”

Pria muda itu tersenyum lagi seraya mengulurkan tangan kanannya sementara tangan kirinya masih di saku celana panjangnya. “Agen rahasia, Cho Kyuhyun.”

“Aku tak menanyakan namamu.” Gadis itu menepis uluran tangan pria bernama Kyuhyun itu. Kyuhyun hanya diam, tak menanggapi penolakan dingin gadis itu. Ia justru tersenyum simpul.

Kyuhyun menurunkan tangannya lalu memasukkannya lagi ke dalam saku celana, seolah tangannya akan lari jika ia tak memasukkannya ke dalam saku.

“Apa yang kau maksud dengan agen rahasia, tuan Cho?”

“Panggil saja Kyuhyun, tak perlu memakai bahasa formal denganku.”

“Baiklah, kuulangi sekali lagi.” Gadis itu menarik nafas. “Apa yang kau maksud dengan agen rahasia, Kyuhyun-ssi?”

“Kurasa sebaiknya kita bicara di tempat yang lebih nyaman saja. Tidak enak berbicara di depan bangkai yang kini dikerumuni lalat.”

Gadis itu menoleh pada ketiga mayat tersebut. Benar saja, lalat-lalat mulai mengerubuni mereka. Sepertinya malam ini mereka akan mengadakan pesta besar.

“Baiklah, tapi dimana?” tanya gadis itu dengan dahi mengerut.

***

“Jangan takut. Aku tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak denganmu.”

Meski begitu tetap saja gadis itu ragu untuk melangkah masuk ke dalam rumah pria yang baru saja dikenalnya beberapa menit yang lalu. Bagaimana jika pria ini berbohong dan ingin menjebaknya?

“Singkirkan pikiran burukmu tentangku, nona muda. Seperti yang kubilang, aku bukan pria mesum dan aku tidak akan berbuat sesuatu yang akan membahayakan dirimu. Jadi, bisakah kau simpan kembali pistolmu ke dalam saku?”

Gadis itu lagi-lagi kaget dengan Kyuhyun yang sedang berbaring di sofa ruang tamunya. Bagaimana mungkin pria itu tau ia sedang mengambil pistol sementara dia sedang berbaring dan tak melihatnya secara langsung?

Dia bukan orang sembarangan, batin gadis itu membuat kesimpulan.

“Kau, duduklah.” Kyuhyun bangun dari posisi tidurnya sambil menepuk-nepuk bagian kosong dari sofa yang didudukinya, mempersilahkan gadis itu untuk duduk di sebelahnya.

Kyuhyun hanya menatap datar begitu gadis itu menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Merasa risih ditatap seperti itu, gadis berpostur kecil itu melayangkan protes.

“Lebih baik kau cepat cerita sebelum aku benar-benar membunuhmu sekarang juga.”

“Omona ~ kau garang sekali, anak kecil…”

“Aku bukan anak kecil!”

“Ne, ne, ne… terserah kau saja.” Kyuhyun mengiyakan saja perkataan gadis itu sebelum ia mengamuk.

“Ceritakan sekarang juga.”

“Gwenchana, anak kecil.” Kyuhyun mencibir gadis itu sekali lagi, membuat gadis itu melipatkan kedua tangan di dada sambil membuang muka.

“Seperti yang kukatakan, aku agen rahasia.”

“Aku tau itu, Cho Kyuhyun-ssi. Yang ingin kutanyakan adalah apa maksudmu kau itu agen rahasia? Kau pembunuh bayaran, begitu?”

Kyuhyun terdiam. “Ya, bisa dikatakan begitu lah.”

Jawaban singkat Kyuhyun sukses membuat gadis itu merinding.

“Ah tidak, tidak …” Kyuhyun menggeleng. “Bukan seperti itu juga sih. Hmmm, bagaimana aku menjelaskan padamu ya?”

Gadis itu menegakkan posisi duduknya sembari menunggu Kyuhyun yang sedang meliriknya itu mengucapkan sesuatu.

“Kau tau kan bahwa hukum di negara kita masih lemah?”

“Mwo?” tanya gadis itu spontan. Kening gadis yang mengkerut itu sudah cukup menjelaskan pada Kyuhyun bahwa ia tak mengerti apa ucapannya.

“Aish, harus bagaimana ya menjelaskan semua ini pada anak kecil sepertimu…” Kyuhyun mengacak-acak kepalanya frustasi. Ditatapnya gadis kecil di depannya yang kini sedang kesal karena Kyuhyun selalu memanggilnya anak kecil.

“Nah, begini saja.” Dipegangnya bahu gadis kecil itu agar mengarah padanya. Diturunkannya segera tangan itu dari pundak gadis itu sebelum gadis itu marah. “Misalnya, ada seorang nenek miskin sedang kelaparan. Karena tak punya uang ia mencuri sebuah apel yang sudah jatuh dari pohon milik seorang petani. Namun petani tersebut menangkap basah nenek itu sedang mencuri apelnya dan nenek itu pun dipenjara selama tiga bulan dan dikenakan denda seratus ribu won. Apa kau pikir itu masuk akal?”

Gadis kecil itu menanggapi. “Jahat sekali… Padahal nenek itu hanya mencuri sebuah saja, lagipula itu sudah jatuh di atas tanah.”

“Ada lagi begini…” Kyuhyun berdehem sebentar. “Ada seorang perampok yang telah mencuri hingga totalnya mencapai milyaran won dan bahkan pernah membunuh beberapa orang, tapi perampok tersebut hanya ditahan selama setahun dan dikenai denda lima juta won. Apa menurutmu ini adil?”

“Aniyo. Nenek itu mencuri sebuah apel busuk saja ditahan selama tiga bulan, masa perampok itu dipenjara selama dua belas bulan saja? Itu namanya tidak adil!”

“Maka dari itu, agen rahasia seperti akulah yang turun tangan menangani kasus ketidakadilan ini.”

“Maksudmu?”

“Bayangkan jika perampok itu bebas.” Kyuhyun memberi jeda pada kalimatnya. “Bisa kau bayangkan? Perampok tersebut belum tentu bertobat dan jika ia merampok dan membunuh lagi, belum tentu juga polisi berhasil menangkapnya lagi. Maka saat itulah agen rahasia sepertiku turun tangan. Kau mengerti sekarang?”

Gadis itu menggeleng. “Aku masih tak mengerti.”

Kyuhyun menghela nafas. “Jadi intinya, tugas dari seorang agen rahasia adalah membunuh para penentang pemerintah atau sampah masyarakat yang meresahkan. Seperti perampok tadi. Dunia akan kacau jika perampok itu terus berulah. Akan lebih baik jika perampok itu dilenyapkan, bukan?”

“Waw ~ jadi Kyuhyun-ssi ini pembela kebenaran, begitu?”

“Hmm… Ya, bisa dikatakan begitulah. Tapi kami membela kebenaran dengan cara kami sendiri.”

“Kami?”

“Ah, maksudku, perusahaan tempatku bernaung.”

“Perusahaan?”

“Ne.” Kyuhyun mengangguk. “Kami adalah NERO, Non Emergency Rate Organization.”

“Tunggu, tunggu. Yang Kyuhyun-ssi katakan tadi itu.. Memang apa artinya?”

“NERO, Non Emergency Rate Organization adalah perusahaan dimana para pemberontak sistem hukum di negara ini berkumpul. Kami tidak setuju dengan hukum yang sangat tidak adil di negara ini, maka kami memutuskan untuk membantu pemerintah menjalankan hukum secara adil dengan membunuh para penjahat yang mengancam keberadaan pemerintah. Seperti percobaan pembunuhan Presiden Korea Selatan Lee Myung Baek dua bulan lalu. Sang pelaku, Shin Jung Il yang ternyata teman dekat presiden hanya dihukum penjara selama dua tahun. Dilihat dari segi manapun Shin Jung Il tentu bersalah dan harus mendapat hukuman seberat-beratnya, namun ia hanya dipenjara selama dua tahun. Tentu ini tidak adil. Maka kemarin Nero menurunkan agennya untuk menghabisi nyawa pelaku tersebut. Dan ini hasilnya.” Kyuhyun mengambil koran yang berada di balik jasnya kemudian menghempaskannya di atas meja.

Gadis itu mengambil koran tersebut dan membaca judul berukuran besar dari deadline koran utama.

‘Shin Jung Il, Pelaku Percobaan Pembunuhan terhadap Presiden Tewas oleh Orang Misterius’

“Kau ingin tau satu hal? Akulah yang membunuh orang itu.”

Gadis itu sontak memandang Kyuhyun dengan tatapan kaget.

“Maaf jika aku bertanya seperti ini, Kyuhyun-ssi.” Gadis itu bertanya dengan hati-hati. Kyuhyun pun menatapnya serius. “Tapi, bukankah membunuh itu perbuatan dosa?”

Kyuhyun tertawa pelan. “Kau tau apa, anak kecil? Jika kau dalam situasi yang sama denganku, kuyakin kau akan berbuat sesuatu yang sama denganku. Sama sepertimu, aku juga yatim piatu. Aku hidup di panti asuhan dari bayi dan pada umur sepuluh tahun aku melarikan diri dari panti karena sedih tak ada yang mau mengadopsiku. Selama tiga tahun aku hidup sebagai sampah jalanan. Mencuri, mencopet, bahkan untuk pertama kalinya aku membunuh orang sewaktu mencuri makanan dari seorang ahjumma.” Kyuhyun tertawa kecil mengenang masa lalunya. “Namun saat itu juga, aku bertemu dengan pendiri Nero saat aku menjambret dompetnya. Ia pun akhirnya mengangkatku sebagai anak dan mendidikku untuk menjadi pembunuh profesional seperti sekarang ini.”

Gadis itu masih larut dalam kekagumannya. “Jadi, kau dibayar untuk ini?”

“Tentu saja. Bayarannya bervariasi, tergantung seberapa sulit membunuh target tersebut.”

“Untuk apa kau menceritakan semua ini padaku?”

Kyuhyun tersenyum penuh arti. Ia beranjak dari sofa lalu berjalan membelakangi gadis itu dengan kebiasaan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. Langkahnya lalu terhenti.

“Aku tau kau tak punya tempat tinggal dan kau bingung bagaimana cara mendapatkan uang untuk bertahan hidup disini.” Kyuhyun berbalik kemudian melangkah mendekati gadis yang kini menatapnya tajam. “Aku benar kan, nona Park?”

Gadis itu mendongak agar ia bisa melihat Kyuhyun. Ia menggigit bibirnya lalu berdiri sambil menghentakkan kaki. “Jangan panggil aku nona Park!!”

“Waeyo? Bukankah ayah angkatmu bermarga Park?”

“Kau pikir aku sudi memakai marganya di depan namaku? Shireo!! Aku tak sudi!”

“Baiklah, aku takkan memanggilmu nona Park.” Kyuhyun memperhatikan gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepalanya. “Jadi, aku harus memanggilmu apa? Black Rose, begitu?”

Gadis itu mengggaruk ujung kepalanya yang tidak gatal. “Black Rose? Mawar hitam?”

Kyuhyun menunjuk ke arah leher gadis itu. “Ne. Black Rose.”

Gadis itu spontan meraba kalungnya kemudian mencoba melihat ukiran yang ada disana. ”Entahlah, kalung ini katanya peninggalan orangtua kandungku. Kalung ini sudah ada sejak aku bayi.”

“Jangan sampai hilang… Siapa tau kalung itu akan menjadi petunjuk begitu orangtua kandungmu melihatmu.” Tangan Kyuhyun secara refleks membelai lembut rambut hitam gadis itu. Gadis itu tentu saja kaget dengan perlakuan lembut dari pria yang selalu menganggapnya sebagai anak kecil.

“Ah.” Kyuhyun melepaskan tangannya dari kepala gadis itu. Sesaat suasana menjadi kaku. Dan untung saja tidak berlangsung lama.

“Jadi, Black Rose… Siapa namamu sebenarnya?”

“Tentu saja namaku bukan nona Park.”

Kyuhyun hanya menatap lurus ke arahnya, membuat gadis itu segera menjawab.

“Seo Joo Hyun. Ibu dan teman-temanku di panti asuhan memanggilku dengan sebutan Seohyun.”

“Nama yang bagus.” Kyuhyun tersenyum. “Jadi, bagaimana? Apa kau mau tinggal denganku atau hidup sebagai gelandangan di luar sana, Seohyun-ssi?”

Untuk pertama kalinya Kyuhyun melihat gadis bernama Seohyun itu tersenyum. Senyum misterius dari seorang gadis lugu. “Tentu saja aku ikut denganmu, Kyuhyun-ssi.”

Tanpa mereka sadari, itulah awal dari sejarah lahirnya mesin pembunuh paling dicari nomor satu di dunia: Black Rose.

***

Mianhae kalo ada kesalahan dalam pengetikan dan cerita yang membingungkan._.v

Sekalian numpang promo, kalo pengen baca ff aku yg lainnya you can visit my blog www.misschoyoungri.wordpress.com

 

By the way, mianhae karena umur Leeteuk oppa saya tuakan sedikit, kekekke ~

At least,  your comment are important for me ^^


59 thoughts on “[Freelance] Black Rose #1

  1. aaaaaa suka ceritanya >o< suka suka suka wah authornya seumuran aku nih *abis cek blog tadi u,u
    aigoo seokyu shipper a.k.a wire juga lagi kyaaaa sama kek aku *bangga?OH BIG YES!! #apainiiii-__-
    well, this story is so awesome ~~ *o* genrenya juga mystery kyaaaa apa pembunuhan juga? 😮 jarang ff seokyu yang genre mystery begini soalnyaaaa jadi WOW banget gitcuuuu XD
    karakter seo juga unik (?) biasanya kan karakter dia di ff lain ya gitu lemahlembut tapi ini serem boo u,u tapi aku sukaaaaaa <
    banyak2in aja ya seokyu momennya ntar, terutama momen romantisnyaaa ❤

    Like

  2. Mystery ??? ini bener-bener menegangkan …. ini bener2 cerita yang seru 😀
    tapi aku beneran gak nyangka ternyata gadis itu seohyun … yang biasanyaperannya gadis polos jadi gadis pembunuh …..
    Ayo thor … Lanjut ya 😀
    Keep Writing 🙂

    Like

  3. thor, seru! seru! jadi penasaran kelanjutanya apa, tapi seohyun bener jadi pembunuh? ok, lanjut thor. hwaiting!

    Like

  4. ini udah pernah diposting belum sih pas prolognya? apa perasaan aku aja ya?
    hemmm..
    disini kyu ama seo eonni jadi sedikit menyeramkan.. tapi semoga mereka selalu bahagia

    Like

  5. Daebak…!! Seohyun jadi pembunuh?? (bayangin seohyun di mv run devil run), kerenn!! Black rose dgn wajah innocent…

    Tapi kasian, pdahal leeteuk mau kasi tau kalau dia appa kandung seohyun, tpi gak jadi!!

    Lanjut thor!!

    Like

  6. woww…keren nih..
    agent pembunuh gni
    tp kasian seo klo tau tryt org yg pertama x dy bnh orang tuanya
    teuki ma taeyoon mati dluan…rip..hehe

    Like

  7. Dari awal udh ngira2 klo yeoja kecil nya itu Seohyun, ehh bener ternyata…
    Seo beda bgt ya disini sifatnya ngeri gitu hehehe~
    Ceritanya bener2 Mystery, bagus author!!
    Keep Writing, dan next part nya jgn lama2 okk 😀

    Like

  8. Hahaha seneng bgt nemu ff genre action dan mystery begini kkk~ jd ngebayangin nanti seo dewasa jd pembunuh profesional pake baju ketat serba item dan sepatu heels hitem rambut di kuncir satu keatas sambil ngacungin pistol awww pasti keren haha 😀 lanjut jgn lama2 ya

    Like

  9. DAEBAK!!!
    Aku suka bgt sm ceritanya…. *krn aku seneng cerita yg ada bunuh2an nya* #plak! -,,-
    Lanjut ya…. Aku suka…. Lanjut ya… Aku suka!!!
    LANJUT!!!!!!!!

    Like

  10. gomawo chingu for komen ^^

    ini sumpah aku baru nyadar kalo ff gaje ini di post ._.
    yg pengen baca part 2 nya di blog aku udh di posting lho. tp aku jg bakal kirim ff kesini jg kok ^^

    Like

  11. Keren~~!
    Nggak nyangka itu ternyata Seohyun, yeii SeoKyu.
    Aku kira itu nantinya bakalan OC hehehe
    Seohyun bkln jadi pembunuh profesional nih, keren.

    Tpi aku masih penasaran sma org yg ngasih mawar hitam & kalung mawar hitam itu di rumah Jungsoo, siapa ya? Pendiri NERO kah? Atau org yg nantinya bkln jdi lawan dri SeoKyu?

    Ditunggu kelanjutannya thor 😉

    Like

  12. Kayaknya aku udah pernah baca deh! Dimana ya? Lupa ah! #plakkk#
    Keren bgt! Ntar buat seo jadi snipper ya!
    Tapi,kasian yah nasib taeteuk! Duh bakalan jadi masa lalu yg kelam bgt!
    Btw, id author bagus lho! Vermouth! Nama bir. Ntar aku sherry deh kayak Ai haibara! Wkwkwk!

    Like

  13. Satu kata buat author ~ AMAZING!!
    Tapi ceritanya mirip salah satu novel yang udah pernah aku baca.
    Untung aku ga telat baca, mianhae baru koment sekarang.
    Ditunggu kelanjutannya author. ^^
    Fighting

    Like

  14. FF ny bguz 🙂
    Seo jd pmbunuh bayaranny yah?? Cocok2 aja, jrg tuh pmbunuh bayaran brwajah ayu nan polos kyak Seo^^
    lnjut thor!!

    Like

  15. Behhh….asik thor ceritanya…
    Lanjut seobaby jadi pembunuh…gak ke bayang mukanya waktu ngebunuh gimana hehehehhe… Muka malaikat gitu jadi pembunuh…
    Sisi lain seohyun nih

    Like

  16. wah….Leeteuk oppa kasar bgt sm anaknya sendiri…T_T
    keren kok,cepat di publish ya thor

    Like

  17. Waaw seo jd mesin pembunuh. Pasti bnyk yg ga nyangka klo seo yg polos adlh seorang pembunuh. Hmm ditunggu sepak terjang duet si evil & si black rose.
    Menurutku tulisanmu rapi & enak dibaca.
    Ditunggu part slanjutnya ya.

    Like

  18. Ceritanya keren bangettttt! Ide ceritanya ga pasaran.. Udah ditebak pasti cewenya Seohyun.. Kasian bener si Leeteuk uda mau minta maaf malah dibunuh, tp Seo keren!! Bagus jgn mau ditindas! Lagian jd appa gajelas si Teukie.. Masa Taeyeon mati salahin Seo.. Tp kasian ni Taeyeon unnieku T^T sedih amat uda kaya gt malah mati :'((( ditunggu part selanjjutnya yah chingu!! 🙂

    Like

  19. wow ceritanya action nih
    nasib seokyu sma” malang
    apakah seo unnie akan menjadi agen spti kyu oppa?
    ok lannjjjuut author

    Like

  20. seonnie yg innocent kok jd pembunuh ya???-.-
    leetuk oppa kok labil gtu sih? anaknya sendiri tapi malu ngakuin.kyuhyun oppa….serem bgt
    love this ff 🙂

    Like

Leave a comment