[Freelance] Mengenangmu Bersama Cucu #1


Title                 :      Mengenangmu Bersama Cucu Kita Part 1

Author             :      Lyka_BYVFEGS

Main Cast        :      Lee Donghae x Im Yoona

Genre              :      Romance, Chapter

Notes               :

Haloha!!!!!!!!

Aku kembali!!!

Dengan FF yang berkisah tentang cucu YoonHae. Aku harap kalian semua suka ceritanya. FF ini mungkin akan aku bagi dalam 2 atau 3 part. Sebenarnya mau aku buat oneshot, tapi tanganku malah terlalu keenakan ngetik hingga sampai halaman 22 tapi cerita baru setengah. Yah. Akhirnya aku buat twoshot/threeshot aja.

Mianhe kalau typo, gaje dan kata-katanya berantakan.

Mianhe juga jika membosankan.

Dan mianhe juga jika judulnya membuat kalian tertawa 😀

Ya sudah sepertinya aku terlalu banyak bicara.

Selamat menikmati…

HAPPY READING!!!

* * * * *

 

“Annyeong nenek, rasanya sudah lama sekali aku tidak melihat nenek. Nenek tahu sendiri kan kalau kakek itu sangat overprotektif kepadaku. Aku tahu beliau sayang kepadaku, tapi rasanya terlalu berlebihan. Terkadang aku kesal juga jika kakek sudah seperti itu, tapi aku sangat menyayangi kakek. Lebih sayang dari appa dan eomma.” ujar seorang gadis 17 tahun yang berbicara dengan sebuah foto dihadapannya. Seakan foto itu adalah benda hidup yang dapat merespon atau paling tidak mendengar curahan hatinya itu. Dalam foto itu terdapat foto seorang gadis berusia sekitar 25 tahun dengan balutan dress yang sangat cantik. Dan yang  paling menarik adalah foto gadis itu berwajah sama dengan gadis yang berbicara dihadapannya. Jika tidak tahu siapa gadis dalam foto itu sebenarnya mungkin banyak orang yang mengira bahwa yang ada difoto itu adalah gadis itu sendiri.

 

“Nenek, kau sangat cantik. Tapi sayang, aku tidak pernah dan tidak akan pernah bisa untuk melihat wajah nenek secara langsung. Sekarang aku mengerti, kenapa kakek sangat mencintai nenek. Karena hanya dengan melihat foto nenek saja aku bisa merasakan aura positif yang terpancar dari wajah nenek. Aku bisa merasakan bahwa nenek adalah sosok yang sempurna.” kata gadis yang bernama Haena itu.

 

“Nenek, aku harap aku bisa secantik nenek.” lanjut Haena. Dengan lembut dielusnya foto wajah neneknya itu. Segaris senyum tersungging diwajah cantiknya.

 

“Haena-ah?” suara seseorang membuyarkan lamunan Haena.

 

“Kakek?” tanya Haena terkejut. “Kapan kakek datang?”

 

“Baru saja. Sedang apa kau disini?” tanya kakek Haena, Lee Donghae.

 

“Aku hanya melihat foto nenek saja. Aku merindukannya.” kata Haena kembali memandang foto neneknya.

 

Donghae kemudian berjalan menuju cucu perempuan yang sangat disayanginya itu. Pria paruh baya berusia 70 tahun itu mengambil tempat duduk disamping Haena.

 

“Kakek juga merindukannya. Sangat merindukannya.” kata Donghae ikut memandang foto Yoona, istrinya.

 

“Kakek…” panggil Haena.

 

“Ne?”

 

“Bolehkah aku mendengar kisah cinta kalian di masa lalu? Bukankah kakek sudah janji, jika aku sudah 17 tahun kakek akan menceritakannya kepadaku?” tanya Haena penuh harap.

 

“Baiklah. Kakek akan menceritakannya. Apa yang ingin kau dengar?” tanya Donghae.

 

“Semuanya. Awal kakek bertemu dengan nenek. Hingga kalian menikah. Pokoknya semuanya. Tidak boleh ada yang terlewatkan sedikitpun.”

 

“Semuanya? Pasti akan lama sekali kalau kakek ceritakan semuanya. Kau tidak kasihan kalau kakek yang sudah setua ini harus berbicara panjang lebar?” kata Donghae menggoda. Meskipun sudah tidak muda lagi, tapi selera humor Donghae tidak berkurang sedikitpun.

 

Haena yang mendengar gurauan kakeknya hanya mengerucutkan bibirnya, kesal. Selalu saja kakeknya itu menggoda dirinya.

 

“Aigo! Jangan cemberut seperti itu, Haena-ah. Kau mengingatkan kakek kepada nenekmu.” kata Donghae sambil membelai rambut panjang Haena. Hal yang sering dilakukan Donghae terhadap Yoona semasa dulu.

 

“Kalau kakek tidak mau menceritakannya lebih baik aku pergi. Akan aku adukan pada nenek kalau kakek suka ingkar janji.” ancam Haena sambil beranjak dari duduknya.

 

“Seoul National Park.” gumam Donghae.

 

“Mwo?” kata Haena terkejut kemudian berbalik menghadap kakeknya.

 

“Seoul National Park, itulah tempat pertama kali kami bertemu.” jawab Donghae tersenyum menatap cucu kesayangannya itu.

 

“Lalu?” tanya Haena antusias, kembali duduk di tempatnya semula.

 

“Saat itu…”

 

* * * * *

 

“Aigo, Sehun-ah! Apa yang kau lakukan?” teriak seorang gadis bernama Yoona kepada bocah kecil berusia 5 tahun.

 

“Mianhe, ahjumma. Sehun tidak sengaja.” jawab bocah kecil itu.

 

“Aish! Kasian kan ahjussi, celananya jadi kotor terkena tumpahan es krim milikmu. Kau ini tidak hati-hati sekali.”

 

“Tidak apa-apa, agashi. Tidak perlu memarahinya seperti itu. Saya bisa mengganti dengan celana yang lain. Kebetulan saya selalu membawa 2 celana di mobil.” jawab laki-laki bernama Donghae itu, yang tidak sengaja ditabrak oleh Sehun ketika sedang berlari-larian di sekitar taman.

 

“Benarkah? Tapi saya merasa tidak enak sudah membuat pakaian anda kotor.” jawab gadis itu.

 

“Tidak apa-apa. Namanya juga anak kecil. Nah! Sehun, kau mau membantu ahjussi kan?” tanya laki-laki itu berjongkok di hadapan Sehun.

 

“Apa?” tanya Sehun dengan wajah polosnya.

 

“Temani ahjussi ke toilet di sebelah sana untuk berganti celana. Sehun mau, kan?”

 

“Sehun mau, tapi bagaimana dengan ahjumma?” tanya Sehun sambil menatap takut ke arah Yoona.

 

“Tenang saja. Ahjumma pasti mengijinkanmu.” jawab Donghae.

 

Sehun menatap Yoona yang juga sedang berjongkok di sampingnya. Melalui tatapan polosnya meminta persetujuan Yoona untuk mengijinkannya menenami Donghae.

 

“Baiklah. Kau boleh pergi. Ahjumma akan menunggumu di bangku itu.” kata Yoona sambil menunjuk sebuah bangku yang terletak tak jauh dari mereka berada sekarang. “Tapi ingat! Kau tidak boleh merepotkan ahjussi, mengerti?” lanjut Yoona.

 

“Mengerti.” jawab Sehun.

 

“Kami pergi dulu.” pamit Donghae sambil menggandeng tangan kecil Sehun.

 

* * * * *

 

“Sehun? Maksud kakek Sehun ahjussi? Appanya Jihun unnie?” tanya Haena penasaran.

 

“Ne, Sehun adalah putra dari kakak sepupu nenekmu.” jawab Donghae

 

“Jadi sehun ahjussi lah yang mempertemukan kalian?” tanya Haena.

 

“Bisa dibilang begitu.” jawab Donghae singkat.

 

“Wah! Aku harus mengucapkan terimakasih pada Sehun ahjussi. Kalau bukan karena beliau mungkin aku tidak akan terlahir di dunia ini.” kata Haena dengan penuh antusias.

 

“Sehun ahjussi kan sedang di luar negeri, apa kau ingin menyusulnya kesana hanya untuk mengucapkan terimakasih?”

 

“Ah! Benar juga.” kata Haena lesu. Hening. Baik Haena maupun Donghae sama-sama sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Donghae sibuk dengan pikirannya yang ingin menertawakan cucunya itu, sedangkan Haena tengah memikirkan bagaimana cara berterimakasih kepada pamannya.

 

“Aigo! Bukankah aku bisa meneleponnya? Aish! Kenapa tidak terpikir olehku?” teriak Haena sambil memukul keningnya sendiri. Donghae yang melihatnya hanya terkekeh geli. Dia tadi hanya menggoda Haena, tidak disangka Haena begitu mudah terpengaruh oleh ucapannya.

 

“Ah! Kakek mengerjaiku ya?” kata Haena kesal.

 

“Tidak.” elak Donghae.

 

“Benarkah? Lalu kenapa kakek tertawa seperti itu?” tanya Haena tidak terima.

 

“Kakek merasa kau sangat lucu. Kakek hanya mengatakan kau tidak mungkin pergi menemui Sehun, bukan berarti kau tidak bisa mengucapkan terimakasih kepadanya. Tapi kau langsung putus asa seperti tadi. Kakek jadi berpikir sebenarnya kau itu cucu kakek atau bukan. Kakek dan nenek sangat pintar tetapi kau….” Donghae tidak melanjutkan ucapannya.

 

“Apa? Maksud kakek aku bodoh?” tanya Haena tidak terima.

 

“Kakek tidak bilang, kau sendiri yang mengatakannya.” jawab Donghae enteng.

 

“Kakek!” teriak Haena sambil memukul lengan Donghae.

 

“Aigo! Kau memukul kakek? Kakek sudah tua seperti ini dan kau dengan teganya memukul kakek?” tanya Donghae memasang wajah memelas sambil mengelus-elus lengannya.

 

“Terserah! Aku benci kakek.” kata Haena memalingkan wajahnya. Mengubah posisi duduknya menjadi membelakangi Donghae.

 

“Ya sudah, kalau kau marah. Kakek tidak jadi melanjutkan ceritanya, lebih baik kakek pergi sekarang.” kata Donghae beranjak sambil melirik Haena.

 

“Kakek, tunggu!” cegah Haena sambil mencengkeram tangan Donghae. “Lanjutkan ceritanya, ya?” pinta Haena dengan wajah memelas.

 

“Tidak mau. Kau sudah memukul kakek.” tolak Donghae.

 

“Aish! Kakek benar-benar…. Baiklah, aku minta maaf. Kakek Donghae yang tampan, sekarang lanjutkan lagi yang tadi, ya?” kata Haena mengalah. Mengeluarkan jurus merayu andalannya.

 

“Baiklah, kakek lanjutkan.”

 

* * * * *

 

“Kalian lama sekali?” itulah kata pertama yang terucap dari bibir Yoona ketika Donghae dan Sehun telah sampai dihadapannya.

 

“Maaf, ahjumma. Tadi ahjussi mengajakku membeli es krim.” jawab Sehun.

 

“Aigo! Kau merepotkan ahjussi ya? Ahjumma kan sudah berpesan untuk tidak merepotkan ahjussi.” kata Yoona.

 

“Tidak apa-apa. Saya yang menawarkan untuk membelikannya es krim. Jadi agashi jangan memarahinya, dia sama sekali tidak merepotkan saya.” sahut Donghae.

 

“Ahjumma, bolehkah Sehun main kesana?” tanya Sehun menunjuk ke arah seorang bocah laki-laki yang melambai-lambaikan tangannya.

 

“Baiklah, tapi jangan pergi jauh-jauh. Agar ahjumma dan eommanya Kai bisa mengawasi kalian.” kata Yoona.

 

“Ne. Ahjussi, Sehun pergi dulu. Terimakasih untuk es krimnya.” kata Sehun yang kemudian berlalu dari hadapan Donghae dan Yoona.

 

“Hmmm… Maaf dan terimakasih untuk kebaikan hati anda….”

 

“Lee Donghae. Kau bisa memanggilku Donghae.” potong Donghae cepat begitu mengetahui Yoona belum tahu namanya, sehingga kesulitan untuk memanggilnya.

 

“Ne, gomawo Donghae-ssi.”

 

“Tidak masalah. Aku senang bisa berkenalan dengan Sehun. Dia anak yang ceria dan sangat lucu.”

 

“Benar. Aku sangat menyukai anak kecil, karena itulah aku akan dengan senang hati jika disuruh mengasuhnya.” jawab Yoona.

 

“Benarkah? Aku juga menyukai anak kecil. Menurutku mereka itu lucu dan sangat polos.” sahut Donghae.

 

“Wah! Baru kali ini aku bertemu dengan laki-laki yang menyukai anak kecil. Sebagian dari mereka menganggap anak kecil itu menyusahkan. Tapi menurutku mereka bisa menjadi hiburan tersendiri untuk kita. Dan aku senang bisa bertemu denganmu, Donghae-ssi. Seseorang yang menyukai anak kecil sama sepertiku.” kata Yoona tersenyum manis.

 

“Aku juga. Tapi bolehkah aku tahu siapa namamu? Kita sudah mengobrol sedari tadi, tapi aku belum tahu namamu sama sekali.” kata Donghae.

 

“Yoona, namaku adalah Im Yoona.”

 

* * * * *

 

“Biar aku tebak. Pasti sejak saat itu, kakek dan nenek menjadi dekat. Benar, kan?” tebak Haena.

 

“Benar sekali. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Makan siang, makan malam, menemani Sehun bermain, atau sekedar jalan-jalan di sekitar rumah. Semua itu membuat kami saling mengenal satu sama lain.” jelas Donghae.

 

“Lalu sejak kapan kakek menyadari perasaan cinta kakek?” tanya Haena penasaran.

 

“Mungkin sejak pertama kali kami bertemu.” jawab Donghae singkat.

 

“Benarkah? Apakah nenek mengetahuinya?”

 

“Tentu saja tidak. Kakek menyembunyikan perasaan kakek. Kakek tidak mungkin mengatakan ‘aku mencintaimu’ di saat kami baru berkenalan. Kakek tidak mau nenekmu berpikiran yang tidak-tidak tentang kakek.” jawab Donghae.

 

“Lalu kapan kakek mengatakan ‘aku mencintaimu’ kepada nenek?” tanya Haena.

 

“45 tahun yang lalu.”

 

* * * * *

 

“Yoona-ah!” teriak Donghae saat melihat Yoona tampak kebingungan mencarinya di antara kerumunan orang yang berlalu lalang di sekitar taman sore itu.

 

“Donghae oppa!” balas Yoona sambil melambaikan tangannya dan berjalan mendekati Donghae.

 

“Oppa sudah lama?” tanya Yoona setelah tiba dihadapan Donghae.

 

“Belum, baru sekitar 10 menit.” jawab Donghae.

 

“Aigo! Mianhe, oppa. Tadi Sehun rewel sekali, jadi aku harus menenangkannya dulu.” kata Yoona merasa bersalah.

 

“Tidak apa-apa. Lagipula oppa baru menunggu 10 menit, belum sampai 10 jam.” canda Donghae.

 

“Oppa!” teriak Yoona sambil memukul lengan Donghae.

 

“Kajja!” ajak Donghae sambil menggengam tanganYoona.

 

“Kemana, oppa?” tanya Yoona bingung.

 

“Ke suatu tempat.” jawab Donghae singkat. Yoona pun hanya bisa pasrah mengikuti langkah kaki Donghae. Tanpa tahu kemana tujuan mereka sebenarnya.

 

* * * * *

 

“Kau suka?” tanya Donghae melihat Yoona yang menatap takjub pemandangan di hadapannya.

 

“Tentu saja.” jawab Yoona tanpa mengalihkan pandangannya.

 

“Baguslah. Oppa sengaja mencarikan tempat yang cocok untuk kita berdua.” kata Donghae.

 

“Mwo? Kita berdua?” tanya Yoona heran.

 

“Ne. Kenapa? Kau tidak suka tempat ini menjadi tempat kita berdua?” tanya Donghae balik.

 

“Bukan begitu maksudku. Aku sangat suka. Gomawo, oppa.” kata Yoona tersenyum.

 

“Ne. Kajja! Kita duduk disana.” ajak Donghae sambil menggandeng tangan kecil Yoona.

 

Saat ini mereka tengah duduk di sebuah pohon besar yang terletak di sebuah bukit. Dari atas bukit, kita bisa melihat deretan rumah, hamparan sawah, serta beberapa sungai-sungai kecil yang berada di bawahnya. Donghae dan Yoona tampak menikmati keindahan alami pemandangan itu, hingga tidak ada satupun kata ataupun kalimat yang terlontar dari mulut mereka.

 

“Yoona-ah?” panggil Donghae menoleh ke arah Yoona.

 

“Hmm?” sahut Yoona tetap memandang lurus ke depan.

 

“Aku mencintaimu.” kata Donghae singkat tapi terdengar tulus.

 

“Aku juga mencintaimu, Donghae oppa.” balas Yoona spontan. Sepertinya gadis itu belum menyadari pernyataan cinta dari Donghae. Dia masih terpesona akan keindahan yang tersaji di hadapannya. Tapi beberapa detik kemudian…

 

“Mwo?! Apa yang tadi oppa katakan?” tanya Yoona dengan wajah polosnya. Donghae hanya tersenyum miris sekaligus geli akan sikap Yoona.

 

* * * * *

 

“Hahahaha… Nenek benar-benar sangat lucu. Aigo! Aku tidak tahu jika nenek ternyata sepolos itu.” kata Haena di sela-sela tawanya yang menggema di ruangan yang cukup luas dan mewah itu.

 

“Kakek rasa kau ada benarnya juga. Nenekmu terlalu polos untuk ukuran gadis 21 tahun. Tapi itulah nilai lebih dari nenekmu. Sifat ceria, polos, blak-blakan, serta penyayang yang dimilikinya mampu membuat kakek sangat mencintai nenekmu.” balas Donghae menatap lurus ke depan. Entah apa yang menjadi objek penglihatannya. Matanya menerawang jauh ke masa-masa 45 tahun lalu.

 

“Lalu kapan kakek dan nenek mulai berpacaran?” tanya Haena penasaran.

 

“Sejak saat itu kami berpacaran.” jawab Donghae.

 

“Tapi bukankah nenek tidak mendengar apa yang kakek katakan?” tanya Haena bingung.

 

“Nenekmu bukannya tidak mendengar, dia hanya terlalu kaget karena tiba-tiba kakek mengatakan ‘aku mencintaimu’ tanpa basa-basi terlebih dahulu.” terang Donghae.

 

“Aish! Bagaimana mungkin aku mempunyai seorang kakek yang tidak romantis sama sekali? Kenapa kakek to the point seperti itu?” tanya Haena geregetan.

 

“Kakek tidak tahu harus mengatakan apa saat itu. Hanya kata itulah yang keluar dari mulut kakek.” bela Donghae.

 

“Aigo! Semoga nanti jika ada laki-laki yang menyukaiku dia tidak seperti kakek. Tidak romantis.” cibir Haena.

 

“Mwo? Apa sekarang kau sedang dekat dengan seorang laki-laki? Atau ada orang yang kau sukai?” tanya Donghae mengintimidasi.

 

“Ah! Tidak, kakek. Aku sedang tidak menyukai siapa-siapa. Aku ingin fokus sekolah dulu. Agar bisa membanggakan appa dan eomma, terutama kakek.” jawab Haena.

 

‘Maaf kakek aku berbohong.’ kata Haena dalam hati.

 

“Baguslah.” jawab Donghae manggut-manggut.

 

“Kakek, kapan first kiss kalian?” tanya Haena dengan mata berbinar dan juga penasaran yang luar biasa.

 

“Kau belum cukup umur untuk mengetahui masalah itu, Haena-ah.” jawab Donghae.

 

“Aku sudah 17 tahun, kakek.” balas Haena tidak terima.

 

“Tapi tetap saja kau itu masih kecil.” kekeh Donghae.

 

“Ayolah, kakek. Ceritakan, ya?” rayu Haena bergelayutan di lengan Donghae.

 

“Tidak mau.”

 

“Kakek….” kata Haena manja sambil mengeratkan rangkulannya di lengan Donghae.

 

“Baiklah, baiklah…” dan sekali lagi Donghae tidak bisa menolak keinginan Haena.

 

* * * * *

 

“Kita bertanding, bagaimana?” tantang Donghae.

 

“Bertanding apa, oppa?” tanya Yoona.

 

“Oppa akan menggendongmu sampai kesana.” kata Donghae menunjuk pohon besar yang biasanya mereka gunakan untuk duduk jika sedang berada di atas bukit itu. “Begitu juga denganmu. Kau harus menggendong oppa dari pohon itu sampai kembali ke tempat ini. Jika kau tidak kuat menggendong oppa, berarti kau kalah. Dan yang kalah harus menuruti apapun permintaan pemenangnya.”

 

“Aku tidak mau.” tolak Yoona memalingkan wajahnya.

 

“Kenapa?” tanya Donghae bingung.

 

“Oppa curang.” jawab Yoona singkat sambil mengerucutkan bibirnya.

 

“Curang bagaimana?”

 

“Kenapa oppa membuat permainan yang sudah jelas-jelas akan dimenangkan oleh oppa?” tanya Yoona tidak terima. Dia benar-benar kesal dengan kekasihnya itu. Bisa-bisanya membuat permainan yang tidak masuk akal seperti itu. Seorang gadis 22 tahun menggendong laki-laki berusia 26 tahun yang secara fisik lebih besar dari gadis itu. Bayi baru lahir saja pasti tahu jika si gadis tidak akan mungkin sanggup melakukannya. Tapi kekasihnya itu, malah membuat permainan konyol seperti ini.

 

“Belum tentu permainan ini oppa yang menang. Bukankah kau termasuk gadis yang kuat?”

 

“Ne, memang benar. Tapi aku tidak sekuat itu hingga sanggup menggendong oppa.”

 

“Ayolah, Yoona-ah!” rengek Donghae sambil mengedipkan sebelah matanya.

 

“Tidak mau. Jangan coba-coba membujukku dengan cara apapun. Karena itu tidak akan pernah berhasil.” tolak Yoona sambil berlalu dari hadapan donghae.

 

Seringaian licik tersungging di wajah Donghae. Segera saja dia menyusul kekasihnya itu dan tetap merengek meminta kesediaan Yoona agar ‘rencana’ yang dirancangnya berjalan lancar.

 

“Ayolah, Im Yoona.” kata Donghae manja sambil berdiri di hadapan Yoona, sehingga menghalang-halangi jalan gadis itu.

 

“Tidak mau. Oppa, minggir!” teriak Yoona sambil mendorong Donghae. Tapi tenaga Donghae lebih besar darinya, dorongan Yoona tadi bagai sentuhan lembut di bahu Donghae. Kesal karena tidak berhasil ‘menyingkirkan’ Donghae dari hadapannya, Yoona memilih mengambil jalan di sebelah kanan Donghae, tapi berhasil dicegat oleh laki-laki itu. Begitu juga saat Yoona mengambil jalan di sebelah kiri. Selalu saja laki-laki itu bisa mencegah Yoona untuk melangkah lebih jauh. Sepertinya Donghae tidak akan menyerah sebelum ‘rencana’ nya terlaksana.

 

“Baiklah, baiklah. Aku menyerah.” akhirnya Yoona mengaku kalah juga dari seorang Lee Donghae. “Tapi kita tidak perlu melakukan permainan konyol itu. Aku yang kalah, oppa yang menang. Sekarang apa yang oppa inginkan?” lanjut Yoona.

 

“Benarkah kau mau menuruti permintaan oppa?” tanya Donghae dengan mata berbinar.

 

“Ne.” jawab Yoona sambil menganggukkan kepala mantap.

 

“Semuanya?”

 

“Ne, semuanya. Aish! Cepat katakan, oppa! Jika tidak aku akan berubah pikiran. Aku tahu oppa pasti menginginkan sesuatu hingga membujukku seperti tadi.”

 

“Kalau begitu, diamlah!” suruh Donghae sambil memutar tubuh Yoona hingga berhadapan dengannya. Gadis itu menuruti perintah Donghae, diam mematung menatap mata indah Donghae. Beberapa saat mereka saling memandang satu sama lain, hingga perlahan-lahan wajah Donghae semakin mendekat ke wajah Yoona. Spontan gadis itu memejamkan kedua matanya, begitupun Donghae. Detik berikutnya Yoona dapat merasakan bibir Donghae menempel di bibirnya. Melumatnya lembut. Semula Yoona diam saja, menikmati ciuman dari laki-laki yang menyandang status sebagai kekasihnya sejak 1 tahun lalu itu. Tapi beberapa saat kemudian gadis itu mulai membalas ciuman Donghae.

 

“Ini adalah permintaan oppa, apakah terlalu sulit untuk kau turuti?” tanya Donghae setelah menyudahi ciuman mereka.

 

“Oppa!” kata Yoona dengan wajah memerah.

 

“Waeyo? Kau malu?” goda Donghae.

 

“Tidak.”

 

“Jangan bohong! Kau pasti malu. Tidak perlu malu seperti itu, oppa tahu kau juga menginginkannya. Buktinya kau menikmati ciuman oppa tadi. Jadi ini semua bukan hanya keinginan oppa tapi keinginnanmu juga.” kata Donghae sambil mencolek dagu Yoona.

 

“YA! LEE DONGHAE! BERHENTI MENGGODAKU!” teriak Yoona.

 

* * * * *

 

“Aigo! Kakek benar-benar pervert. Ciuman pertama itu seharusnya romantis, bukan seperti itu.” kata Haena tidak terima. Gadis itu benar-benar sangat aneh. Semua cerita tentang kakek-neneknya tidak ada yang benar di mata Haena.

 

“Bukankah itu sudah romantis? Menurut kakek itu adalah ciuman paling romantis sepanjang masa.” kata Donghae terkekeh.

 

“Aish! Ingat umur, kakek. Kakek itu sudah 70 tahun jangan terlalu percaya diri seperti itu. Kurangilah sifat kakek yang tidak baik itu. Selagi kakek masih bisa melihatku.” kata Haena tanpa beban.

 

“Ya! Lee Haena! Kau mendoakan kakekmu cepat meninggal, huh?” teriak Donghae tidak terima.

 

Uhuk…uhuk….

 

Donghae terbatuk akibat terlalu keras berteriak.

 

“Aigo! Tuh kan, apa ku bilang. Kakek itu harus mengurangi sifat buruk kakek. Ini salah satunya, suka berteriak-teriak, seperti appa saja. Kalau sudah seperti ini siapa yang repot? Aku juga kan?” cerocos Haena sambil mengambil segelas air putih yang terletak di atas meja dekat tempat tidur kemudian disodorkannya kepada Donghae.

 

“Ne, ne. Kakek mengerti.” jawab Donghae mengalah. Harus Donghae akui dia akan selalu kalah jika berdebat dengan Haena, berbeda sekali saat dengan Yoona dulu. Karena dirinyalah yang selalu memenangkan perdebatan di antara mereka. Mungkin ini adalah karma tersendiri untuk Donghae. Supaya dia bisa merasakan perasaan Yoona saat harus selalu mengalah darinya dulu.

 

“Kakek sudah tidak apa-apa?” tanya Haena setelah meletakkan gelas ke tempatnya semula.

 

“Ne.” jawab Donghae singkat.

 

“Kalau begitu lanjutkan cerita kakek.” pinta Haena.

 

“Apa lagi yang harus kakek ceritakan?” tanya Donghae tersenyum kepada cucunya itu.

 

“Aku ingin tahu seperti apa kencan kakek bersama nenek.”

 

“Biasa saja. Kami berkencan seperti sepasang kekasih pada umumnya.”

 

“Tidak adakah satu saja kencan spesial yang kakek dan nenek lakukan?” tanya Haena penasaran.

 

“Ada.” jawab Donghae.

 

“Ceritakan padaku~” rengek Haena.

 

“Baiklah.” kata Donghae membenarkan posisi duduknya. “Saat itu hubungan kami memasuki tahun ketiga….”

 

* * * * *

 

“Oppa, apa kau mendengarnya?” tanya Yoona berbisik kepada Donghae yang berjalan di sampingnya.

 

“Apa?” tanya Donghae bingung.

 

“Suara tangisan bayi.” jawab Yoona.

 

“Mwo? Benarkah?” tanya Donghae tidak percaya.

 

“Ne, coba oppa dengarkan!” suruh Yoona. Kemudian mereka berdua terdiam, berusaha mendengarkan dengan seksama suara yang samar-samar di dengar oleh Yoona tadi.

 

“Ah! Kau benar.” jawab Donghae setelah mendengar suara tangisan bayi di sekitar mereka.

 

“Tapi dimana bayi itu?” tanya Yoona melihat ke sekeliling.

 

“Oppa tidak tahu.” jawab Donghae sambil ikut melihat-lihat keadaan sekitar. Siapa tahu saja ada petunjuk keberadaan bayi itu.

 

Mata Donghae langsung terbelalak lebar saat mendapati sebuah kereta dorong bayi yang hanya berjarak 10 meter di depan mereka. Memang saat itu jalanan sedang sepi dan mungkin saja tidak ada orang yang mendengarkan tangisan bayi itu.

 

“Yoona-ah, mungkin itu bayinya.” kata Donghae menunjuk kereta dorong di depan mereka.

 

“Kajja! kita kesana.” ajak Yoona yang kemudian berlari terlebih dahulu meninggalkan Donghae.

 

“Wah! Donghae oppa! Bayi ini sangat lucu.” teriak Yoona histeris.

 

“Ya! Im yoona! Pelankan suaramu.” perintah Donghae sambil menatap sekitar, takut-takut ada yang melihat mereka dan menyangka mereka adalah penjahat yang suka menculik bayi.

 

“Hehehe… Maaf, oppa. Bayi ini benar-benar menggemaskan.” kata Yoona sambil mengambil bayi itu dari dalam kereta dan menggendongnya.

 

“Lalu akan kita apakan bayi ini?” tanya Donghae, lebih ke dirinya sendiri.

 

“Kita bawa pulang saja.” jawab Yoona enteng sambil sesekali mencium pipi bayi mungil itu.

 

“Ya! Kau ingin kita dijadikan tersangka penculikan bayi? Kau ini!” kesalDonghae.

 

“Lalu bagaimana, oppa?” tanya Yoona yang kali ini menatap Donghae.

 

“Kita bawa ke kantor polisi saja.” putus Donghae akhirnya.

 

“Tapi aku menyukai bayi ini, Donghae oppa.” tolak Yoona. Donghae yang mendengarnya hanya mendelik tajam.

 

“Baiklah, kita ke kantor polisi sekarang.” kata Yoona akhirnya karena takut dengan tatapan Donghae yang menurutnya menyeramkan itu.

 

* * * * *

 

“Oppa, bagaimana kalau kita bermain sebentar dengan bayi ini di taman itu?” tanya Yoona sambil mencengkeram kemeja Donghae yang berjalan didepannya.

 

“Tapi bagaimana dengan ibu bayi ini? Dia pasti bingung mencari anaknya.” kata Donghae sambil menunjuk bayi yang berada dalam kereta dorong yang sedari tadi di dorongnya.

 

“Ayolah, oppa! Sebentar saja, aku janji tidak akan lama. Mungkin saja ibu bayi ini sudah melapor ke kantor polisi terlebih dahulu, jadi kita bisa punya sedikit waktu untuk bermain-main dengannya.” kata Yoona manja.

 

Donghae tak kunjung menjawab, dia tampak berpikir. Menuruti kekasihnya atau mengembalikan bayi ini kepada orangtuanya.

 

“Oppa~” rengek Yoona.

 

“Baiklah. Tapi hanya sebentar, mengerti?” putus Donghae akhirnya.

 

“Ne.” jawab Yoona semangat.

 

“Oppa, kira-kira berapa usia bayi ini?” tanya Yoona sambil menepuk-nepuk bayi yang saat ini berada dalam gendongannya itu.

 

“Entahlah. Mungkin sekitar 6 bulan.” jawab Donghae asal.

 

“Bagaimana kalau kita beri nama bayi ini Dongyoon? Tidak mungkin kan selama bermain dengannya kita tidak memanggilnya sama sekali.” usul Yoona.

 

“Tapi kan bayi ini sudah diberi nama oleh kedua orangtuanya.” tolak Donghae.

 

“Tidak apa-apa. Anggap saja sekarang ini Dongyoon menjadi anak kita.” kekeh Yoona.

 

“Aish! Terserah kau saja! Lagipula kenapa kau ingin sekali memberinya nama Dongyoon?” tanya Donghae heran.

 

“Karena aku suka nama itu. Dong diambil dari nama oppa, sedangkan Yoon dari namaku. Jika nanti kita menikah dan mempunyai anak laki-laki aku akan memberinya nama Dongyoon.” kata Yoona dengan mata berbinar, menatap bayi yang tertidur pulas dalam pelukannya.

 

“Baiklah, secepatnya oppa akan melamarmu, agar kau bisa segera mewujudkan keinginanmu itu.” kata Donghae asal.

 

“Mwo? Ya! Donghae oppa! Aku masih terlalu muda untuk menikah.” tolak Yoona.

 

“Muda apanya? Usiamu sudah 24 tahun dan menurut oppa sudah pantas untukmu menggendong seorang bayi. Seperti sekarang ini.”

 

“Ah! Benar juga. Kalau begitu, bagaimana jika besok kita menikah saja?” ajak Yoona tanpa pikir panjang.

 

“MWO?!” seru donghae kaget.

 

“Aigo, oppa! Jangan berteriak seperti itu. Aku hanya bercanda, kenapa reaksi oppa berlebihan sekali?” kata Yoona sambil terkekeh geli.

 

“Aish! Kau ini!” umpat donghae.

 

“Oppa, kemarikan kereta dorong itu. Lebih baik aku menidurkannya disitu saja.” kata Yoona sambil menunjuk kereta dorong yang ada di depan Donghae dengan dagunya.

 

“Ini.” kata Donghae menggeser sedikit kereta dorong itu. Agar Yoona bisa dengan mudah memindahkan Dongyoon ke dalam kereta.

 

“Oppa, bisakah nanti aku mempunyai seorang bayi lucu seperti Dongyoon?” tanya Yoona sambil bersandar di bahu Donghae.

 

“Tentu saja, tapi hanya jika kau menikah dengan oppa.” jawab Donghae.

 

“Kenapa bisa begitu?” tanya Yoona sambil sesekali menepuk-nepuk kaki Dongyoon dengan tangan kirinya.

 

“Karena jika kau menikah dengan oppa yang tampan ini pasti nantinya bayi kita akan lucu dan sangat tampan jika laki-laki. Jika perempuan dia akan cantik sepertimu.”

 

“Benarkah seperti itu?” tanya Yoona dengan wajah polos. “Jadi jika aku menikah dengan laki-laki lain aku tidak akan mempunyai bayi lucu seperti Dongyoon?” lanjut Yoona.

 

“Ne. Selain itu juga tidak mungkin kau menikah dengan orang lain. Kau itu sudah oppa sahkan menjadi milik oppa. Hak paten atas dirimu adalah atas nama oppa.” jawab Donghae.

 

“Aish! Oppa terlalu percaya diri. Siapa juga yang mau menikah dengan oppa?” cibir Yoona kesal.

 

“Kalau tidak kenapa tadi kau mengajak oppa menikah besok?” tanya Donghae menggoda.

 

“Tadi aku kan hanya bercanda oppa.” elak Yoona.

 

“Ne, arasseo.”

 

Oek…Oek…

 

“Ya! Oppa! Dongyoon menangis!” seru Yoona cepat-cepat menegakkan kepalanya dan melihat Dongyoon yang tengah menangis sambil menendang-nendangkan kakiknya.

 

“Coba kau gendong dia.” perintah Donghae.

 

Setelah Yoona menggendong Dongyoon, bayi kecil itu tetap tidak diam. Bahkan menangis semakin keras.

 

“Oppa, bagaimana ini? Kenapa Dongyoon tidak berhenti menangis?” tanya Yoona bingung sambil menimang-nimang Dongyoon, menenangkan bayi itu.

 

“Mungkin dia lapar.” tebak Donghae.

 

“Benar juga.” kemudian Yoona menempelkan jarinya di dekat mulut bayi itu. Tapi bayi itu tidak bereaksi apa-apa dan tetap menangis. Tidak berusaha untuk mengecap tangan Yoona yang berada di sekitar mulutnya.

 

“Dia tidak lapar, oppa.” kata Yoona.

 

“Lalu?” tanya Donghae bingung.

 

“Entahlah.” jawab Yoona. Dia tampak berpikir kenapa Dongyoon terus menangis sambil tetap berusaha menenangkannya. Donghae yang disampingnya pun tampak bingung. Beberapa saat kemudian…

 

“Apa yang kau lakukan?” tanya Donghae bingung melihat Yoona kembali meletakkan Dongyoon di dalam kereta.

 

“Dulu aku pernah merawat Sehun ketika masih bayi. Dan bayi akan menangis jika dia lapar atau buang air kecil maupun besar.” kata Yoona sambil melepaskan celana yang dipakai bayi mungil itu.

 

“Ah! Benar dugaanku. Dongyoon buang air besar.” kata Yoona girang.

 

“Aigo! Baunya! Kenapa kau justru terlihat girang seperti itu melihat Dongyoon kotor seperti itu?” cibir Donghae heran.

 

“Aish! Sudahlah, oppa! Sekarang buang popok ini ke tempat sampah dan berikan aku popok yang baru. Aku harus segera menggantinya agar dia berhenti menangis.” perintah Yoona sambil memberikan bekas popok Dongyoon kepada Donghae.

 

“Mwo? Membeli popok? Tapi oppa tidak pernah membeli popok sebelumnya.” keluh Donghae sambil menerima popok bekas yang disodorkan kepadanya dengan sedikit jijik.

 

“Aigo! Katanya oppa menyukai anak kecil, tapi kenapa membeli popok saja tidak pernah?” tanya Yoona heran.

 

“Aish! Oppa memang menyukai anak kecil, tapi oppa belum pernah merawat seorang bayi.” jawab Donghae.

 

“Terserah oppa saja! Pokoknya oppa harus segera membelikan popok untuk Dongyoon. Kasian dia. Cepat sana!” usir Yoona.

 

“Baiklah.” kata Donghae mengalah kemudian beranjak pergi. Yoona yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan kekasihnya itu.

 

“Dongyoon-ah, bersabarlah! Appa sedang membelikan popok untukmu.” kata Yoona sambil mengelus-elus pipi Dongyoon. Seulas senyum terbentuk di wajahnya saat menyebut Donghae ‘appa’.

 

“Ah! Aku benar-benar akan senang jika Donghae oppa yang menjadi appa dari anak-anakku nanti. Tapi aku harus sedikit memberinya pelajaran bagaimana cara merawat bayi. Ah! Tidak. Bukan sedikit, tapi sangat banyak. Sepertinya Donghae oppa benar-benar tidak tahu sama sekali tentang bagaimana cara merawat bayi. Aish! Benar-benar.” gumam Yoona seorang diri.

 

Yoona terus saja bermain-main dengan Dongyoon selagi menunggu Donghae kembali. Gadis itu begitu menikmati peran baru yang dilakoninya. Meskipun hanya sebentar tapi dia sangat bahagia bisa menjadi seorang eomma, walaupun dia tahu itu bukan anak kandungnya.

 

“Ini.” kata Donghae begitu sampai sambil menyodorkan kantong plastik berwarna putih ukuran kecil ke arah Yoona.

 

“Kau sudah tiba oppa? Kenapa lama sekali?” tanya Yoona.

 

“Aish! Minimarket dari sini jauh sekali. Oppa saja harus berlari supaya bisa cepat. Kau tidak lihat peluh oppa yang sebesar biji jagung ini?” jawab Donghae kesal.

 

“Ne, ne. Aku mengerti. Gomawo, oppa.” kata Yoona tersenyum manis.

 

* * * * *

 

“Jeosonghamnida, ahjumma. Kami tidak segera mengembalikan Dongyoon kepada ahjumma.” ucap Yoona ketika bayi mungil itu telah berada dalam pelukan ibu kandungnya.

 

“Dongyoon?” tanya ahjumma itu bingung.

 

“Kami memberinya nama Dongyoon. Kami tidak tahu harus memanggilnya apa. Jadi kami beri nama dia dengan nama itu.” jawab Yoona salah tingkah.

 

“Tidak apa-apa. Namanya adalah Minho. Kamsahamnida karena kalian telah menjaga Minho.” kata ahjumma itu ramah.

 

“Tidak masalah, ahjumma. Minho sangat lucu. Kami jadi gemas sendiri melihatnya. Iya kan, oppa?”

“Ne. Sekali lagi kami minta maaf ahjumma karena telah membuat ahjumma khawatir.” sahut Donghae sambil membungkukan sedikit badannya.

 

“Justru ahjumma yang berterimakasih kepada kalian. Baiklah, ahjumma pamit dulu. Kapan-kapan mainlah kerumah ahjumma. Kalian bisa bermain dengan Minho nanti.”

 

“Ne, ahjumma.” jawab Yoona.

 

“Annyeong.” pamit ahjumma sebelum beranjak pergi dari hadapan Donghae dan Yoona.

 

“Annyeong.” jawab mereka berdua bersamaan.

 

“Ah! Aku tidak menyangka jika kencan kita hari ini begitu spesial.” kata Yoona sambil bergelayut manja di lengan Donghae dan berjalan keluar dari kantor polisi.

 

“Ne, kau benar.” jawabDonghae.

 

* * * * *

 

“Jadi itulah alasannya kenapa nama appa adalah Dongyoon? Karena keinginan nenek?”

 

“Ne. Keinginan nenekmu terwujud. Mempunyai seorang bayi laki-laki yang imut dan memberinya nama Dongyoon.” jawab Donghae.

 

“Tapi kakek, dimana letak spesialnya kencan kakek dan nenek hari itu?” tanya Haena bingung.

 

“Kau tidak mengerti?” tanya Donghae heran yang hanya di jawab gelengan kepala oleh Haena.

 

“Tentu saja itu merupakan kencan spesial kami. Karena dari situlah kami bisa merasakan rasanya menjadi orangtua. Dan dari situ pulalah kakek mempunyai niat untuk segera melamar nenekmu.” jawab Donghae.

 

“benarkah?” tanya Haena antusias. “Lalu bagaimana cara kakek melamar nenek?”

 

 

To Be Continued…

 

 

Gimana? Gimana?

Menarikkah? Serukah?

Hah! Aku sendiri tidak menyangka kenapa malah kepikiran untuk membuat FF yang menceritakan tentang cucu YoonHae.

Aku harap kalian semua suka. Dan tetap menunggu kelanjutannya

Aku yakin kalian pasti penasaran dengan cara Donghae melamar Yoona di FF ku yang ini, juga bagaimana kehidupan rumah tangga mereka setelah menikah nanti. Jadi tunggu saja.

 

Jangan lupa commentnya, chingudeul. Aku tunggu…:D

Sampai jumpa di FF ku lainnya.

 

Dadah… *meluk readers satu per satu


29 thoughts on “[Freelance] Mengenangmu Bersama Cucu #1

  1. huahhhhh.. eonni pingin tau kelanjutan ini!! jeball lanjutin yahh eonni..
    kan Haena ceritanya mukanya mirip yoona kan?
    nanti pacarnya Haena bakal mirip haeppa gak eonni?
    bikin mirip aja eonni, soalnya gak enak kalo Yoong eonni gak ada T.T
    ya udh deh ditunggu lanjutannya yahh eonni ^^
    KEEP WRITING!!

    Like

  2. Daebak eonnie ff’a, aku suka. Smoga ajah pasangan haena muka’a juga mirip sama Donghae Oppa . Plis jeball ^^ . Tp jangan lama lama ya eon, ngepost ff’a

    Like

  3. hahahahaha… Haeppaku yang imut itu udah jadi kakek kakek umur 70taun, kyaaaaaa… pasti tetep imut n ganteng banget deh. Ceritanya seru kok author, lucu, donge jadi kakek kakek gahol, hahaha….
    iya, penasaran sama cara nglamarnya, gokil juga nggak ya??
    lanjut secepatnya yah yah yah ^^

    Like

  4. yaaaaaaa kyaaaaaaaaaaaaa Donghae’na walopun tua masih tetap kayak orang 20 thunan XD
    kesian ma Yoona’na diaa.. dia… huaaaaaaaaaa

    Like

  5. Bagus banget ceritanya,,,,,penasaran gimana
    Cara lee donghae melamar seorang I’m yoona,,,
    Lanjut yah thor,,,,,

    Like

  6. wahhhh…….
    Yoona udah meninggalnya d ceritanya? Seandainya masih ada.
    Tpi gpp author. 😀
    baguss baguuusss

    Like

  7. WAAAAAAAAAAAAAH. Ceritanyaa…. OMG hebaaat sekaliiii!!! Aku suka alurnya maju mundur gitu hehehe. Meskipun pairingnya bukan favoritku tapi aku lumayan suka sama YoonHae ^^ soalnya lucu sih… muehehe.
    Ditunggu lanjutannyaaaa yaa xD

    Like

  8. Wa Aku Penasaran Gimana DongHae Ngelamar YoonA? Trus Kehidupan Mereka Setelah Menikah? Pasti Seru Tu..
    Lanjutan Nya Jangn Lama2 Ya Author.. Uda Penasaran Banget Ni.

    Like

  9. Kocak banget ceritanya, meskipun cara mereka bersatu anehdan ga romantis sama kaya yang dibilang Haena tapi cukup unik jika dibilang kencan, karena kencan sekaligus pengalaman itu jarang di dapat. kkkkk
    Haena lucu banget, polos tapi ngotot, kan kasian kakeknya di marahin mulu. Rasanya baca ini kaya lagi di dongengin, Yoonapun masih polos. dan Yoona tetap jadi Yoona.kkk
    keren banget Thor,,

    Like

  10. udah pernah baca di wpnya author ._. tapi ga bosen sumpah ceritanya keren 😀
    lanjutin yaaa~ gimana cara donge ngelamar yoona? terus terus gimana kehidupan mereka sampe yoonanya meninggal 😥 ? pokoknya kisah masa lalu mereka deh.

    ditunggu chap selanjutnya :D:D

    Like

Leave a comment