[Freelance] Love At The End Road [OneShoot]


Author             : Erje aka Kang Rae Jin

Title                  : Love At The End Road

Rating              : PG

Genre               : Angst, Sad, Romance

Lenght             : OneShoot

Dislaim            : Terinspirasi dari lagu Agnes Monica Cinta Diujung Jalan Jalan.

Cast                   : Choi Siwon, Kang Rae Jin, Choi Jin Won

***

Seorang wanita terduduk diatas kasurnya, dengan kepala yang tenggelam diantar kedua pahanya. Terdengar isakan tangis dari mulut kecilnya, yah dia menangis entah menangisi apa. Perlahan –lahan di angkatnya wajahnya di lihatnya keluar jendela langit malam telah berganti tugas menjadi langit fajar. Di singkirkannya selimut yang menggulung dirinya dan beranajk untuk turun dari atas kasurnya. Dengan tertatih ia mencoba untuk berjalan, di kuncir kuda rambutnya. Dengar masih sedikit mengantuk di bukannya pintu kamarnya, dilihatnya pintu kamar yang ada disebelahnya masih tertutup mungkin orang yang ada di dalam kamar itu belum terbangun dari mimpi indahnya.

Ia berjalan ke dapur, di keluarkannya bahan-bahan makanan dari dalam kulkas, lagi dilihatnya pintu kamar itu ayng belum terbuka. Ia menghela nafas berat, ditatapnya bahan-bahan makanan yang ditangannya.

‘ceklek’

Pemilik kamar itu keluar dengan wajah baru bangun tidur, ia menuju dapur dan mengambil botol air mineral dalam kulkas lalu meneguknya. Sedangkan gadis yang sedari tadi ada di dapur hanya menatap punggung laki-laki itu.

“hari ini kau mau sarapan apa…”tanya wanita itu dengan senyum manisnya yang selalu mengembang.

“terserah…”jawab laki-laki yang ditanya itu acuh tak acuh.

“baiklah aku akan membuat pasta untukmu…”balas wanita itu masih dengan senyumannya. Walaupun tak digubris ia akan tetap selalu tersenyum apabila bersama lelaki itu.

“oh…aku tak pulang mala mini, kau tak usah menungguku”ujar laki-laki itu sebelum ia berbalik pergi. Wanita yang diajak bicara hanya mengangguk dan tersenyum miris.

Dilihatnya lagi punggung laki-laki itu, begitu susah untuk dijangkau. Walaupun sekarang laki-laki itu ada di dekatnya namun percuma, laki-laki itu tetap susah untuk di jangkau. Seperti ada tembok besar yang menghali mereka, tembok yang tak akan pernah bisa dihancurkan. Ia tersenyum miris membayangkan kisah hidupnya.

Tak lama kemudian laki-laki itu keluar dari kamarnya dengan baju kantor yang lengkap dan rapi. Ia berjalan menuju ruang makan dan duduk, diatas meja sudah tersaji pasta buatan wanita yang sedang menyiapkan secangkir teh hangat untuk laki-laki itu.

Mereka makan dengan diam, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang  saling beradu. Laki-laki itu menyelesaikan makannya dan hendak beranjak dari meja makan sebelum wanita itu menghentikan langkahnya.

“dasimu belum terpasang, mau ku bantu”tawarnya, dan dianggukan laki-laki yang sekarang ada dihadapannya.

Begitu dekat jarak antara mereka kini, namun tetap sama wanita itu tak bisa menggapai laki-lakinya. Begitu susah bahkan saat jarak mereka sedekat ini namun ada tembok besar yang terlihat yang menjadi penghalang diantara mereka.

“aku pergi…”ucap laki-laki itu saat sudah memakai sepatunya dan pergi begitu saja keluar dari apartementnya.

“sampai jumpa…yeobo”ucapnya lirih di akhir kalimat. Masih bisakah mereka disebut sepasang suami istri. Masih pantaskah ia  di panggil seorang istri, bahkan ia tak tidur satu kamar lagi dengan suaminya itu.

Dengan gontai ia kembali ke dapur membereskan piring-piring kotor yang ada di atas meja makan. Setelah pekerjaan di dapurnya usai ia beranjak kedalam kamarnya lagi. Yah disinilah tempatnya menghabiskan waktunya, di ambilnya labum foto yang ada di laci meja hiasnya.

Di bukanya satu persatu foto-foto itu, ia tersenyum melihat foo itu sepasang suami istri dan seorang anak laki-laki yang sedang tersenyum cerah kearah kamera dengan latar langit pantai di sore hari.

“umma….”teriak anak kecil yang kira-kira berusia 4 tahun berlari kerah wanita yang sedari tadi memperhatikannya.

“ia sayang, sudah selesai mainnya”tanya wanita itu pada anaknya, sang anak menggeleng dan menarik ummanya menuju pantai.

“umma ikut main yakh…”ujarnya sambil menarik tangan ummanya menuju pinggir pantai. Sudah ada laki-laki yang menunggu mereka di sana.

“appa…”ujarnya memanggil laki-laki itu, dan berlari kearahnya segera laki-laki itu menangkap tubuh kecil anaknya.

“kita main sama-sama yah”ujarnya dan menggandeng tangan appa, ummanya. Mereka berkeliling pantai itu sekali-kali sambil mencipratkan air ke satu sama lain.

“umma…appa kita foto yuk”ujarnya dan diangguki oleh umma, appanya.

Air mata mulai mengalir di wajahnya membentuk sungai kecil di pipi mulusnya, lagi entah untuk kesekian kalinya ia menangis mengingat semua kenangan manis itu. Ia beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju kasurnya, direbahkannya tubuhnya dengan hati-hati. Ia sangat merindukan saat-saat itu, ia sangat merindukan anaknya. Ia berharap di dalam mimpinya ia akan bertemu anaknya dan menjemputnya.

Ia terbangun, dilihatnya keluar jendela langit sudah berganti tugas lagi. Ia beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Ia keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi, ia ingin pergi kesuatu tempat yang akhir-akhir ini menjadi tempat favoritnya. Di raihnya kunci mobilnya dan tak lupa memakai mantelnya.

Disusurinya jalanan seoul malam hari, sangat ramai banyak para pejalan kaki yang berjalan sambil mengobrol. Terlihat beberapa dari mereka masih memakai baju kantor mereka, ini kan jam pulang kantor. Ia singgah ke toko bunga untuk membeli sebuket bunga lili putih, ia tersenyum saat penjaga toko itu tersenyum kearahnya. Di ambilnya lili putih dan membayarnya ke kasir.

Di pacunya lagi mobil itu menuju suatu tempat yang menjadi tempat favoritnya, namun dengan seketika ia menginjak rem mobilnya. Ia melihat sesosok laki-laki di luar sana yang sedang berbincang santai, di lihatnya laki-laki itu ‘ia bisa tersenyum saat diluar tapi kenapa ia tak bisa tersenyum saat bersamaya’katanya dalam hati. Ia melihat lagi seorang wanita berjalan kerah laki-laki yang sudah menjadi suaminya, wanita itu mengecup pipi suaminya. Hatinya mencelos, ia ingin marah tapi pada siapa. Ia ingin mengadu tapi pada siapa. Ini semua salahnya dari awal ia lah yang salah, semua ini tak akan terjadi kalau ia tak egois.

Ia tak tahan dengan pemandangan itu, ia pun memutuskan untuk memacu kembali mobilnya. Dengan sangat lambat mobilnya berjalan membelah kota seoul. Ia keluar dari keramaian kota itu menuju tempat yang lebih tenang. Saat sudah sampai ia pun turun dari mobilnya tak lupa dengan bunga lili putih yang sudah dibelinya tadi.

Ia berjalan menyusuri gundukan-gundukan tanah, sambil memperhatikan nama-nama yang tertulis di batu-batu yang berjejer rapi. Sampai di satu gundukan tanah yang di nisannya tertulis ‘Choi Jin Won’ ia terhenti di situ di letakkannya bunga lili putih tadi. Di pandanginya lagi gundukan tanah itu. Di dalam situ terdapat tubuh seorang yang dicintainya. Yang sangat dicintainya. Di dalam situ terdapat tubuh kecil anaknya, tubuh yang sangat ia rindukan.

Ia terduduk di sisi gundakan itu, lagi ia tak kuasa menahan isak tangisnya. Ia menyesal telah bersikap egois saat itu. Andai saja ia tahu bahwa peristiwa menyakitkan itu akan terjadi mungkin dia tak akan pernah berpikir untuk bersikap egois.

Ia sangat menyesal tak bisa menjaga malaikat kecil titipan tuhan. Ia sedih karena tak bisa dipercayai lagi oleh tuhan. Ia sedih karena ia menyia-nyiakan malaikat yang telah diturunkan tuhan untuknya. Ia kecewa pada dirinya sendiri yang tak bisa menjaga malaikat yang telah dititipkan tuhan untuknya.

“jin won-ahh…bangun nak umma rindu”ucapnya di sela-sela isak tangisnya. Ia sungguh rindu pada malaikat kecilnya itu.

“sayang…umma janji, umma tak akan menyia-nyiakanmu”ucapnya lagi ditengah malam dingin seoul yang bisa membekukan siapa saja. Tapi tidak dengan wanita itu, ia telah mati rasa. Ia tak bisa lagi merasakan hangatnya pelukan dan dinginnya kesendirian.

“sayang…umma akan menemanimu main setiap hari jadi kamu bangun yah”ucapnya lagi. Ia seperti wanita gila yang berusaha berbicara pada gundukan tanah yang ia sendiri tahu pasti bahwa tak akan ada yang menjawabnya.

“sayang…kamu mau liburan ke pantai sama-sama lagi kan jadi…um-ma mo..hon bangun~”ucapnya lirih entah ini sudah untuk keberapa kalinya ia meminta anaknya itu untuk kembali walaupun itu tak mungkin.

Ia memeluk tubuh ringkihnya, ia berharap dengan begitu ia bisa merasakan kehangatan lagi. Ia berharap ia bisa menemukan kehangatan itu.

“sayang kamu tega kamu ninggalin umma sendiri”

“…..”

“sayang kamu tahu, sekarang appamu telah berubah”ia terdiam sejenak ia ingat dengan kejadian tadi sebelum ia ke sini.

“appamu telah berubah, ia sekarang sudah tak cinta umma lagi”curhatnya berharap ada yang menjawab ucapannya itu.

“mungkin ini semua salah umma, sampai appamu seperti itu”di hapusnya bulir-bulir air mata yang berjatuhan.

“mungkin appamu bosan dengan umma, umma kan tak bisa punya malaikat lagi”ujarnya dan lagi rintik air mata itu jatuh lagi.

“apa…saya tak bisa hamil lagi dok”ucap wanita itu terbata-bata.

“maaf Nyonya Choi tapi itu kenyataan”tubuh wanita itu bergetar laki-laki yang ada di sebelahnya memeluk tubuh wanita itu mencoba memberikan kekuatan.

“kalau begitu kami permisi dulu dok”ucap sang suami, masih memeluk tubuh ringkih istrinya. Ia juga sangat terpukul dengan berita itu. ‘Apakah tuhan tak puas sudah mengambil anak ku dan sekarang ia menghukum kami seperti ini’ucapnya dalam hati.

“aku ingin mengunjungi dia…”ucap wanita tadi. Ia menatap mata suaminya dan sang suami tersenyum.

Selama diperjalanan mereka hanya diam tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka. Wanita tadi hanya menatap kekuar melihat jalanan kota seoul. Ia menhela nafas berkali-kali mencoba untuk menenangkan hatinya.

“kita beli bunga dulu”tanya suaminya. Istrinya mengangguk setuju tapi ia memilih untuk menunggu di dalam mobil ia terlalu lemah untuk berjalan.

Tak lama suaminya datang dengan bunga lili putih ditangannya. Ia memacu mobilnya lagi menuju tempat yang ingin didatangi istrinya.

Akhirnya mereka sampai di komplek kuburan. Mereka masuk wanita tadi masih di bantu suaminya untuk berjalan. Mereka berhenti di gundukan yang nisannya bertuliskan ‘Choi Jin Won’ diletakkan bunga lili tadi.

“anyyeong baby…”ucap wanita tadi dengan lirih. Mulutnya sangat susah untuk mengeluarkan suara.

“appa dan umma mengunjungimu…apa kabar”ia mulai bisa mengontrol emosinya. Ia mencoba untuk duduk disisi gundukan tanah itu.

“kamu tahu…tuhan sudah memberi hukuman untuk umma”

“tuhan sudah memberi hukuman, karena umma menyia-nyiakanmu”

“sayang…apa kamu bahagia di sana, umma harap kamu berkata ia”

“mungkin surga lebih baik untukmu, dari pada tempat ini”

“umma kangen denganmu…sangat-sangat rindu”tubuh wanita itu memeluk batu nisan anaknya.

“umma rindu pelukan hangatmu…umma rindu ciuman manismu…umma rindu rengekanmu….um-ma rin-du kamu..hiks”wanita tadi menangis sedangkan suami yang sedari tadi ada disampingnya hanya bisa menepuk-nepuk punggung istrinya mencoba untuk menenangkan. Ia pun sangat sakit, tapi ia tahu kalau istrinya itu pasti lebih sakit dari dirinya. Wanitanya pasti sangat kecewa dengan dirinya sendiri. Salah apa yang telah mereka perbuat sampai sampai tuhan menghukum mereka seperti ini. ini terlalu menyakitkan.

“wonnie…”panggil istrinya. Merasa dipanggil sumainya menatap istrinya yang juga sedang menatapnya.

“aku akan berhenti bekerja…”ujranya. Suaminya itu masih menunggu lanjutan kata-kata istrinya.

“aku akan berhenti bekerja diperusahaan, biar adikku yang menjaga perusahaan itu aku ingin memperbaiki kesalahanku”lanjutnya. Langsung direngkuhnya tubuh istrinya.

“aku akan mendukung semua keputusanmu”ucap suaminya langsung air mata istrinya keluar dengan derasnya.

Wanita itu tersadar dari lamunannya saat merasa angin malam menusuk kulit-kulitnya. Ia tersadar dan menatap nisan anaknya itu.

“sayang umma sekarang sudah tak sibuk lagi, umma sekarang punya banyak waktu luang untukmu”ujarnya.

“kamu mau umma suapin…kamu mau umma mandiin…atau kamu mau umma antar ke sekolah”

“umma sekarang sudah tak sibuk, tapi kenapa sekarang appamu yang sangat sibuk”

“appamu jarang dirumah, bahkan malam ini appamu tak akan pulang kerumah”

“apa appamu bosan dengan umma…”

“umma harus gimana sayang…”

“umma terlalu mencintai appamu, umma tak berani untuk melepas appamu”

“umma tahu umma egois tapi, umma takut kalau appamu pergi umma tak punya siapa-siapa lagi”

“woonie…bangun aku sudah siapkan sarapan untukmu”ucap istrinya mebangunkan laki-laki yang masih bergelut dengan alam mimpinya.

Ditariknya selimut yang melilit tubuh suaminya itu, ia tak ingin suaminya lambat bekerja.

“ayo sayang…bangun”dengan mata yang masih terpejam suaminya duduk diatas ranjang mencoba mengumpulkan kesadarannya.

“mandi dulu sana, aku udah siapin sarapan untukmu, kita makan sama-sama yah”ucap istrinya dan pergi beranjak menuju meja makan.

Di siapkannya the hijau untuk suaminya. Saat ia sudah selesai membuat tehnya, suaminya pun keluar dari kamar mereka. Ia tersenyum melihat istrinya yang berbalutkan celemek biru muda itu. Sudah satu bulan sejak istrinya memutuskan untuk keluar kantor. Dan inilah pekerjaan baru istrinya mengerjakan pekerjaan rumah yang dulu di kerjakan oleh pembantu mereka.

Namun tetap yang pergi tetaplah pergi dan tak akan kembali. Ia merasa perubahan istrinya sekarang percuma tetap tak ada kehadiran seorang anak diantara mereka. Tetap tak ada tangis bayi diantara mereka. Dan itu sangat menyakitkan bahwa tahu kalau kau tak akan bisa menjadi seorang appa….lagi.

“hari ini kamu pulang jam berapa sayang”tegur istrinya yang membuyarkan lamunannya.

“hari ini mungkin agak larut jadi kamu makan duluan saja yah…”ucap suaminya. Sebenarnya pekerjaan suaminya itu tidaklah banyak namun suaminya itu bosan berada di dalam apartement mereka. Entah kenapa semenjak ia tahu bahwa istrinya itu tak akan bisa memberikan keturunan lagi untuknya ia merasa sedikit hambar dengan hubungan mereka.

“sayang aku berangkat yah…”dikecupnya puncak kepala istrinya itu. Sang istri mengantar  suaminya sampai depan pintu dan melambai. Ia kembali lagi dengan pekerjaan yang sudah satu bulan ini ia geluti. Yaitu menjadi Ibu Rumah Tangga, pekerjaan yang sangat dibanggakan oleh seorang wanita manapun.

Sepi itulah yang ia rasakan, apartement itu begitu luas untuknya yang sendiri. Diliriknya lagi jam dindingnya masih jam 11 siang. Sebentar lagi waktunya makan siang, makan apa suaminya itu pikirnya. Dan sebuah ide pun terlintas begitu saja dibenaknya. Segera dikeluarkannya bahan makanan yang ada di dalam kulkas ia ingin mengantarkan makan siang untuk suaminya.

Dilihatnya lagi jam sudah menunjukkan jam 12.05 ia sudah rapi dengan terusan warna biru laut warna kesukaannya. Ia pun melihat lagi penampialnnya di depan kaca hias semua sudah sempurna rambutnya ia uraikan dengan bebas. Ia keluar dari kamarnya dan menyambar kunci mobil tak lupa dengan kotak makanan ia pun bersiap pergi ke kantor suaminya.

Di lajukannya mobil itu dengan kecepatan sedang, ia tak ingin terburu-buru. Ia senang bisa merasakan ini ia meras telah menjadi wanita yang paling bahagia. Di parkirnya mobil itu di depan gedung Choi’s Corp dan beberapa supir sudah menghampirinya. Mereka semua tahu ia adalah istri dari yang mempunyai gedung ini. beberapa pegawai yang ada di lobi langsung menunduk hormat padanya. Ia tersenyum, ia bahkan tak bekerja ditempat ini tapi dia begitu dihormati.

“nyonya Choi apa anda ingin bertemu Tuan Choi”sapa sekertaris kim saat aku hendak masuk ke dalam lift. Dia ini adalah tangan kanan suaminya, dan orang ini telah banyak membantu diperusahaan suaminya ini.

“tentu saja, aku membawakan makan siang untuknya”ujarku memamerkan kotak makan siang yang ku bawa. Ia tersenyum garis keriput diwajahnya kelihatan.

“kalau begitu silahkan tuan Choi ada di ruangannya”ujarnya dengan sopan aku mengangguk dan tersenyum.

“terima kasih pak Kim”ujarku dan masuk kedalam lift yang sudah terbuka ku tekan angka 10 karena ruangan suamiku itu ada di lantai 10.

Aku berjalan dan tersenyum saat ada karayawan-karayawan kantor ini menyapaku. Pedahal aku jarang sekali ke sini, tapi mereka kenal denganku.

Ku buka pintu ruangan suamiku namun aku tak langsung masuk aku berdiri di depan pintu menatap punggung suamiku itu yang sepertinya sedang berbicara serius dengan seseorang. ku pertajam pendengaranku dengan siapa dia berbicara.

“untuk apa kau masih bertahan won, dia tak bisa memberikanmu keturunan”ucap lawan bicara siwon.

“aku tahu…tapi aku tak bisa meninggalakannya”balas siwon mereka masih tak sadar bahwa ada sepasang mata yang memperhatikan mereka.

“kalau begitu kita bermain belakang saja kalau kau tak berani”sahut gadis itu yang menjadi lawan bicara siwon.

“kau gila…”bentak siwon dan hendak pergi dari tempat itu namun sepasang tangan melingkar di pinggangnya.

“aku masih sangat mencintaimu…”ujar gadis itu berbisik ditelinga siwon. Namun wanita yang sedari tadi melihat kejadian itu bisa menangkap kata gadis itu dari gerak bibirnya.

Wanita itu mengepalkan tangannya, ia tak sanggup melihat dari kelanjutan kejadian itu. Ia tak sanggup ia pun pergi dari tempat itu, dibuangnya kotak makan itu saat ia sudah samapi basement parkiran. Ia tak peduli lagi, yang pasti sekarang otaknya berkata ia harus ketempat itu tempat yang bisa menenangkannya.

Di lajukannya mobil itu dengan kecepatan penuh, kejadian tadi masih terbayang-bayang. Tak lama kemudian ia sampai di tempat yang ia tuju.

Ia terduduk lemas disamping makam anaknya. Ia menangis disitu ini begitu menyakitkan untuknya.

“sayang…umma tak kuat lagi”ujarnya ditengah tengah isak tangisnya.

“sayang…bawa umma bersamamu”ujarnya dan dengan seketika angin berhembus dengan kencang dan membisikkan kata-kata untuknya.

‘umma…bertahanlah aku selalu ada untukmu’dan air matanya mengalir kembali dengan derasnya.

“maafkan umma sayang…umma telah jahat padamu”ujarnya.

“umma menyesal sayang umma menyesal…”ujarnya lagi angin itu datang sambil membisikkan sesuatu.

‘anni..umma sangat baik, jadi umma bertahanlah disini untukku’ ucap suara itu lagi.

“tapi appamu sudah tak cinta dengan umma sayang…”

‘tetaplah bertahan disisinya…kumohon’ucap suara itu makin mengecil.

“apakah itu kau sayang”tanya ummanya.

‘ne…ini aku, umma kalau sedih seringlah datang kesini, sekarang aku harus pergi sampai jumpa’suara itu pun hilang bersamaan dengan rintik hujan yang turun.

Wanita itu menhapus air matanya untuk kesekian kalinya lagi dan lagi kenangan itu datang. Ia memang selalu bisa mencurahkan semua isi hatinya disini.

“sayang…umam telah memenuhi permohonnamu”

“umma tetap ada disamping appamu”

“walaupun umma tahu hati appamu bukan milik umma lagi”

Lagi kulihat dia bersama gadis itu berduaan, tapi aku mencoba untuk bersabar. Berpura-pura tak tahu. Aku tak beranai aku terlalu takut apabila ia pergi meninggalkanku dan lebih memilih gadis itu.

aku berjalan menuju dapur berpura-pura tak melihat kemesraan mereka di ruang tengah. Aku tahu ini menyakitkan tapi aku juga tak bisa berbuat apa-apa. Aku berusaha menganggap bahwa mereka hanyalah teman kerja tak lebih walaupun kenyataannya tak begitu.

“oh raejin-ah tolong ambilkan minum untuk kami yah”pinta suara itu, suara yang sangat ku sayang aku mengangguk dan membuatkan 2 gelas jus jeruk untuk mereka.

Ku bawa 2 gelas jus jeruk tak lupa cemilan untuk mereka. Ku lihat tumpukan kertas ada di atas meja. Mereka memang sedang bekerja, mungkin otakku saja yang sudah mulai tak waras berpikir bahwa suamiku ingin berselingkuh dirmah yang ada istrinya di dalamnya.

“ada yang bisa ku bantu..”ujarku saat aku sudah ada dihadapan mereka membawa minuman dan cemilan untuk mereka. Segera siwon mengambil alih makan dan minuman itu dari tanganku. Ku lihat gais itu tersenyum kaku kerahku.

“kua istirahatlah, bukannya kau tadi kecapekan”ujar suamiku dan aku mengangguk lalu masuk ke dalam kamar. Bisa kurasakan kalau gadis itu masih menatapku.

“wonnie…sampai kapan kita seperti ini”suara gadis itu terdengar samar-samar.

“sstt…janagn berteriak seperti itu, ia bisa mendengar”kali ini aku mendengar suara siwon meminta gadis itu untuk mengecilkan suaranya.

“dia sudah tidur, kau tahu kalau kita seperti ini terus ini justru mebuatnya lebih sakit”ujar gadis itu.

“tapi aku tak bisa meningalkannya….kau bersabarlah”ucap siwon, apa arti dari pembicaraan mereka tanya wanita itu dalam hatinya. Karena penasaran akhirnya ia pun memutuskan untuk keluar dari kamar tapi yang dilihatnya justru sang suami sedang bercumbu mesra dengan gadis itu.

Ini sudah keterlaluan ia tak kuat lagi, ia pun berlari keluar dari apartement itu. Dan dingarnya suara suaminya meneriakkan namanya namun tak dihiraukannya.

Wanita itu kembali ke rumahnya saat fajar tiba. Ia masuk ke dalam apartementnya dan dilihatnya suaminya yang terduduk diruang makan. Ia tak menghiraukan kehadiran suamianya ia memutuskan untuk berjalan ke kamarnya.

Namun langkahnya tercekat oleh genggaman tangan suaminya. Ia mencoba untuk melepas namun tak bisa ia pun berdiam saja menunggu suaminya berbicara terlebih dahulu.

“yang kau lihat tadi….”ucap suaminya menggantung.

“stop…anggap yang tadi tak pernah terjadi”ujarnya lagi mencoba untuk menghentikan pembicaraan di antara mereka.

“tapi ini semua harus dijelaskan, aku merasa hambar dengan hubungan kita, tidak kah kamu merasa begitu”ujar siwon yang mampu membuat luka di hati wanita yang menyandang status sebagai istrinya.

“ku mohon sudahlah, biarkan semuanya seperti ini”ujar gadis itu lagi.

“tapi ini tak benar tak ada cinta lagi di hubungan kita, aku ingin kita…”kalimat siwon terhenti saat mendengar teriakan wanita dihadapannya. Wanita itu membalikkan tubuhnya menghadap siwon air mata sudah mengalir dengan indah di pipinya.

“stop kumohon bertahanlah disisiku, ku mohon walaupun itu berat bertahanlah disisiku…aku akan berpura-pura tak tahu dengan semua itu tapi kumohon tetap ada disisiku…”lirih gadis itu begitu sarat akan luka…ia wanita itu sudah tak sanggup lagi.

“tapi  kau yang akan terluka nantinya…”ujar siwon lagi namun lagi wanita itu menggelegkan kepalanya.

“kumohon jangan buang aku, aku akan sanggup dengan semua itu. Asalkan ada kau disisiku aku akan sanggup”ujar wanita itu lagi, di peluknya tubuh suaminya walaupun tak terbalas tapi tetap dipeluknya erta tubuh itu.

“aku tak tahu jalan pikiran mu…”ucap siwon.

“aku pun begitu, aku tak pernah tahu apa yang diriku sendiri kehendaki…tapi akuu yakin semua yang diriku hendaki itu benar untukku”

“aku tahu itu kau lebih mengenal dirimu sendiri dari pada aku”ucap suaminya yang akhirnya membalas pelukan istrinya.

Wanita itu terbangun sepertinya ia sudah tertidur dan ada air mata dipipinya rupanya bayangan kejadian itu tak pernah tak membawa air mata untuknya. Di lihatnya jam tangannya yang menunjukkan jam 2 dinihari ia pun beranjak dari duduknya ia rasa ia harus pulang ia tak ingin membuat suaminya itu khawatir walaupun ia tahu bahwa suaminya tak pernah khawatir dengannya.

“sayang…umma pulang dulu yah umma lelah”ujar wanita itu pamit pada anaknya dan tiba-tiba angin itu datang membawa suara yang akhir-akhir ini datang.

‘ne umma…istirahatkah kalau kau lelah, tapi jangan berhenti kau boleh pergi tapi harus kembali’ucap suara itu. Wanita itu mencoba mencerna arti kata itu namun ia tak bisa menemukannya akhirnya ia pun beranjak pergi.

Kota seoul saat dini hari tak sepi karena masih ada beberapa sekelompok orang yang tengah berpesta di kedai-kedai pinggir jalan. Ia lajukan mobilnya dengan kecepatan lebih karena ia terlalu lelah ia ingin lekas sampai…

Di bukanya pintu apartement rumahnya saat hendak dihidupkannya rumahnya ia terkejut melihat sepasang manusia yang sedang terbaring di sofa ruang tamu. Di dekatinya ke dua orang itu memastikan bahwa penglihatannya salah ia tak ingin  apa yang dipikirkannya itu benar.

Dan ternyata benar orang itu suaminya sendiri dan gadis itu gadis yang mencoba masuk dalam kehidupan mereka. Kali ini wanita itu tak mampu lagi menahan sakitnya ia pergi dari tempat itu masuk ke dalam kamarnya menguncinya dan segera ia lempar tubuhnya di atas ranjang menangis sepuasnya di sana. Ia sungguh tak sanggup…

‘sayang boleh kah umma berhenti’batinnya.

Nada telepon dari handphonenya berbunyi diangkatnya telepon itu ternyata adiknya.

“yoboseo sayang waeyo…”ujarnya saat mengangkat telepon.

“unni, perusahaan kita yang ada di London lagi masa krisis aku tak bisa meninggalkan perusahaan yang ada di sini, ottokhae”balas suara disebrang sana. Wanita itu terdiam sejenak.

“biar aku yang pergi ke London, urus semuanya pastikan semuanya beres besok”ucap wanita itu akhirnya.

“tapi unni..bagaimana dengan siwon oppa”tanya adiknya itu, yang memang tak tahu keadaan rumah tangga kakaknya

“tenanglah dia bisa mengerti. Lagi pula kami butuh waktu untuk berpikir sendiri…mungkin inilah kesempatan itu”balas wanita itu mencoba menahan air matanya agar tak keluar.

“unni yakin…”tanya adiknya lagi disebrang sana mencoba meyakinkan agar unninya tak menyesal.

“ne aku yakin…pastikan aku pergi dengan jadwal penerbangan pertama besok hari”sambungan telepon terputus saat wanita itu selesai berbicara. Ia tak menunngu jawaban dari adiknya air matanya sudah tak sabar untuk keluar dari dalam dirinya.

‘mungkin ini yang terbaik…bukan begitu anakku’batinnya ia pun mulai mengepak baju-baju yang ingin dibawanya. Dilihatnya diluar langit telah berganti lagi menjadi terang dan itu artinya sebentar lagi ia akan pergi tinggal menunggu pergantian langit sekali lagi dan dia akan pergi.

‘toook’ ‘toook’

Suara ketukan di pintunya menyadarkannya, disimpannya koper yang disiapkannya itu kedalam lemari ia tak ingin suaminya itu tahu kepergiannya. Di bukanya pintu itu dan dilihatnya suaminya sudah berada di hadapannya. Wanita itu mengedarkan pandangannya mencari gadis tadi namun nihil mungkin gadis itu sudah pulang. Ia pun memandang suaminya lagi bersikap biasa.

“ada apa…oh aku lupa aku harus menyiapkan sarapan kalau begitu tunggulah sebentar”wanita itu menutup pintu kamarnya dan berlalu pergi dari hadapan suaminya yang terdiam.

Wanita itu bersikap biasa saja itu membuat suaminya heran. Apakah istrinya itu tak melihat kejadian semalam. Pasti wanita itu melihatnya karena ia melakukannya di ruang  tamu. Tapi kenapa istrinya itu bersikap biasa saja.

“kau pulang jam berapa tadi…”tanya siwon akhirnya mencoba membuka pembicaraan.

“oh…sekitar jam 2 pagi”jawab istrinya dan setelah itu hening kembali melanda mereka.

“apa kau meli…”ucapan siwon terhenti saat istrinya itu bercoba mengalihkan topic dengan bertanya menu sarapan.

“aku ingin bertanya padamu…apa kau”

“oh tolong bantu aku mengambil telur di dalam kulkas”siwon pun menuruti saja permintaan istrinya.

“kau melihatnya…”

“ya ampun aku lupa aku sedang mengisi bak mandi…sebentar”wanita itu pun pergi ke kamarnya sebenarnya ia berbohong, itu hanyalah alasannya saja ia tak sanggup mendengar semua itu langsung dari mulut suaminya.

“ah…maaf membuatmu menunggu..”ia pun kembali ke dapur itu disitu masih ada suaminya menunggu.

“aku tahu kau melihatnya…”

“berhentilah berbicara omong kosong…”jawab istrinya.

“aku tak berbicara omong kosong, aku cuman bertanya kau melihatnya kan”

“…..”

“kau melihatnya kan”

“….”

“jawab aku kang rae jin”bentak siwon geram pada istrinya.

“a-apa yang kau bilang…kang rae jin…”lirih gadis itu. Suaranya bergetar kaget takut dan sedih itulah yang dirasakannya.

“kurae…memang aku sudah tak menyandang nama Nyonya Choi itu sejak hatimu berpindah milik. Tapi kamu tak perlu memperjelas semuanya, itu membuatku sakit. Kamu tahu apa yang dirasakan hati ini…lelah”lirih raejin wanita yang masih menyandang status istri Choi Siwon di mata negara.

“maaf…aku tak bermaksud…”siwon berusaha meraih istrinya namun nihil.

“cukup…jangan mendekat. Aku melihat semuanya, aku tahu semuanya. Aku melihat kau berduaan dengan gadis itu, aku melihat kau tersenyum dengan gadis itu, aku melihat kau bermesraan dengan gadis itu, dan aku melihat….kau bercumbu dengan gadis itu”lirihnya diakhir kalimat ia pergi beranjak dari tempatnya menuju kamar yang salama ini menjadi saksi bisu perasaannya.

“raejin…berhenti…”kejar siwon namun raejin lebih dulu menutup pintu kamarnya dengan kasar.

Ia menangis tanpa suara, pigura foto keluarga kecil digenggamnya dengan erat. Di dalam foto itu terdapat dirinya yang sedang tersenyum kearah kamera, disebelahnya ada siwon yang menggendong anak kecil yaitu jinwon mereka bertiga tersenyum kearah kamera.

“aku ingin istirahat…ku mohon aku lelah”jawabnya dari dalam kamar. Dan bunyi suara langkah kaki itu menjauh. Mungkin suaminya itu sudah pergi.

‘umma boleh beristirahat, umma boleh pergi tapi harus kembali…arraso’lagi suara itu melintas seperti udara. Ia tersenyum sepertinya ia tahu apa maksud anaknya itu.

Ia pun mengambil koper yang disimpannya tadi dimasukkannya semua baju yang ada di dalam lemarinya ke dalam koper ia berniat pergi dan tak kembali.

‘umma boleh pergi tapi harus kembali’lagi suara itu datang bagai angin. Yang menyadarkannya.

Di keluarkannya semua album foto yang ada di dalam lacinya dan memasukkan semuanya kedalam koper miliknya.

“rajin-ah…aku pergi ke kantor aku pulang cepat hari ini, jadi komohon siapakan makan malam untuk kita”ucap suaminya dan tak lama setelah itu bunyi pintu tertutup pun terdengar. Inilah saatnya ujarnya dalam hati.

Ia keluar menuju ruang tamu ia memperhatikan foto pernikahan mereka yang masih terpajang dan disebelahnya terdapat foto mereka bertiga ia bersama anak dan suaminya. Ia tersenyum miris.

Ia membereskan rumah itu, arti ‘membereskan’ disini ialah. Ia membuang semua kenangan tentang dirinya yang ada di rumah itu termasuk foto pernikahan mereka. Ia letakkan foto itu di sofa, ia sudah memanggil supirnya kemari untuk membawa barang-barang dirinya ke rumah besarnya. Ia ingin menyimpan kenangan tentang dirinya.

Dilihatnya lagi sekeliling rumah itu tak ada lagi foto perkawinannya yang ada hanyalah foto keluarga kecilnya. Ia tak tega untuk melepas itu, ia benar-benar berniat pergi. Ia melihat jam menunjukkan angka 2 tepat.

Ia berjalan kearah dapur untuk menyiapkan makan malam sesuai permintaan suaminya itu. Ia melihat lagi jam dinding 4 jam lagi suaminya itu akan datang dan sebelum suaminya itu datang ia harus pergi dari rumah ini.

tepat jam 4, ia sudah menyiapkan makanan untuk suaminya itu dan ia juga sudah ‘membereskan’ rumahnya. Barang-barangnya sudah di bawa supirnya lebih dahulu. Dan sekarang ia siap untuk melangkah keluar dari sini. Dilitekkannya surat itu di bawah piring di meja makan. Dan ia pun pergi dari tempat itu.

Dilajukannya mobilnya menuju makam anaknya lagi kali ini ia ingin mengucapkan salam perpisahan sementara. Mungkin untuk beberapa lama ia tak akan mengunjungi makam itu. Tapi ia berjanji ia akan selalu mengingat anaknya itu.

“sayang…umma akan pergi, terima kasih sudah mengijinkan umma untuk beristirahat” ia pun beranjak pergi dari tempatnya.

“aku pulang…”teriaknya saat memasuki rumah besar itu. Para pelayan yang memang sudah menunggunya menunduk hormat saat melihat nyonya mereka datang.

“mana adik ku itu”tanyanya pada salah satu pelayan. Pelayan itu menunjuk ruangan yang diketahuinya sebagai kantor adiknya.

“anyeong…nae dongsaeng”sapanya yang dipanggil mendongakkan kepalanya singkat dan kembali pada lembaran kertas ditangannya.

“sibuknya…oh pesawatku sudah siap”tanyanya sang adik mengangguk dan kali ini menatap kakaknya.

“kenapa kau ke sini dan apa maksudmu membawa barang-barang itu kerumah unni”tanyanya.

“ohhh…aku hanya menitipkannya dan apabila ada yang ingin mencarinya bilang saja kau tak tahu”ujarnya dan hendak beranjak pergi.

“pesawatmu take off 2 jam lagi unni..sesuai permintaanmu. Lagi pula kenapa kau ingin dipercepat sih”tanya adiknya itu lagi. Ia memang menyuruh adiknya untuk mengubah jadwal penerbangannya menjadi hari ini.

“anni…tak ada apa-apa. Lebih cepat lebih baik bukan”ia pun pergi dari ruangan adiknya menuju kamarnya yang sudah sangat lama tak dikunjunginya.

Ia sampai di bandara ditemani adiknya dan sekertaris pribadinya, tinggal menghitung beberapa menit lagi ia aan pergi dari tempat ini. pergi ke belahan dunia sebelah yang jauh dari jangkauan suaminya.

“unni, pesawatmu sudah mau berangkat”ucap adiknya, wanita itu raejin mengangguk dan menggeret kopernya. Lagi ia melihat kebelakang berharap orang itu, laki-laki itu datang.

Sedangkan ditempat lain, sesosok laki-laki baru saja datang. Lelah terlihat di guratan wajahnya. di bukanya pintu apartement dan sepi itu yang didapatinya. Ia memeriksa semua pencujuru tempat tapi ia tak menemukan istrinya.

Ia pun berjalan ke dapur, disana sudah tersedia makanan kesukaannya. Ia pun duduk dan pandangannya tertuju pada secarik kertas yang ada di atas meja makan itu. Karena penasaran dibukanya kertas itu.

‘anyeong, mungkin saat kau baca surat ini aku sudah berada di belahan dunia lain yang jauh dari tempatmu. Aku memutuskan untuk beristirahat sebentar, aku sangat lelah. Bukan kah kamu juga merasa lelah dengan hubungan ini. jadi lebih baik kita berpisah sementara, aku ingin memantapkan hatiku dulu. Kau juga, aku harap saat aku kembali kau sudah bisa menentukan siapa sebenarnya pemilik hatimu itu. Selama aku pergi mungkin aku tak bisa mengunjungi makam anak kita, jadi aku minta tolong padamu. Kunjungilah makam itu seminggu sekali setiap hari kamis sore, bawaan juga bunga lili putih untuknya. Kau sudah lama tak berkunjung kesana, apa kau sudah lupa. Mungkin ini dulu sampai jumpa…’

Laki-laki itu menelungkupkan kepalanya, ia merasa sedih. Entahlah ia merasa ada yang hilang saat ia tahu bahwa istrinya itu pergi. Apakah sudah terlambat apabila ia menyesal.

END

Anyeong kang rae jin imnida….

Kalian bisa mengunjung blog aku…

http://kangraejiny.wordpress.com/

 

#Note buat author: next ff castnya minimal harus dua orang dari SMtown yah chingu kalo emang seandainya mau pake Os…


14 thoughts on “[Freelance] Love At The End Road [OneShoot]

  1. Sumpah yaaaaaaah sumpah lo mesti lanjutin ni ff!!! Setelah 10 ff dibbaca, nyangkutnya cuma ama ff ini doang. Cuma chingu harusnya agak diperjelas mana flashback dan end flashbackmya, POV nya juga mesti ada biar yg baca gak bingung. At least sih yaaaah penggunaan kata katanya daebakk bgt. Sama penjelasan dari settingan suatu tempat itu dapet, ngebuat yg baca bisa bayangin. Ok deh chingu next part secepatnya yaaaaah ^^

    Like

    1. makasih udah baca sebenarnya itu udah aku kasih tanda klau flashback warnanya beda terus untuk pov raejin itu katanya garis miring semua mungkin agar gak bingung kamu bisa baca di blog aku aja.

      Like

Leave a comment