Trapped [Chapter 2]


Judul: Trapped [Chapter 2]

Cast: Jessica Jung, Krystal Jung, Lee Donghae, Minho, Im Yoona, Choi Siwon, Choi Sooyoung, Cho Kyuhyun, Kim Kibum, Seo Joohyun, etc.

Author: Ara Yeon / Aracchi

Type: Series

Pairings: HaeSica, MinStal, (possible) YoonBum

Genre: Drama, Romance, Action

Rating: 15+

Warnings: Alternate Universe, Mafia Centric, Violence, Coarse language

Disclaimer: Jessica, Krystal, Donghae, etc. bukan milik saya. Saya hanya meminjam nama (dan penggambaran fisik) dari orang-orang tersebut. Apabila ada kesamaan karakter dan cerita, itu semua hanya kebetulan karena fanfic ini murni dari hasil pemikiran saya.

 

–o0o–

 

08.30 AM — DongGuk Academy

 

Krystal’s POV

 

Hari ini rasanya cerah sekali, matahari pun sepertinya sedang sangat bersemangat. Nah kalau sudah begini… enaknya ngapain ya?

Kuregangkan tubuhku dan kuhirup udara sebanyak-banyaknya, “Huaaah… cuaca yang indah! Sayang sekali kalau harus dihabiskan di ruang kelas! Hmm… jadi ingin makan kue.”

Aku sudah membawa tubuhku menuju ke luar area sekolah ketika tiba-tiba seseorang menghalangi jalanku. Seorang lelaki muda sudah berdiri di depanku dengan mantap.

“Kali ini tak akan kubiarkan Nona membolos lagi!”

Tet tooot. Sial, aku melupakan keberadaannya. Aku memutar mataku dan berdecak, pasti dia akan mulai ceramah lagi deh.

“Tuan dan Nyonya sudah susah-susah menyekolahkan Anda di sekolah terfavorit Seoul, kalau Nona membolos lagi bukankah itu artinya Nona hanya membuang-buang uang milik Tuan?”

Ya ampun, dia berisik sekali sih. Walaupun wajahnya ganteng tapi kalau cerewet begini ya amit-amit deh.

“Yah! Minho-ya! Minggir! Suka-suka dong, duit Ayah kan duitku juga.” Semprotku tanpa ampun, “Sekarang aku cuma mau beristirahat sedikit, apa salahnya sih?”

Minho memandangku dengan tatapan serius, ia tetap keukeuh dan tidak mau bergeming. “Kali ini saya tidak akan membiarkan Anda lolos dari pengawasan saya lagi.”

Ck, dasar bodyguard keras kepala. “Minho-ya! Lihat!! Ada Lee HyoRi pakai bikini lewat!”

“Eh? Mana?” Minho langsung menengok dengan penuh semangat. Semua lelaki di dunia sama saja ya. Biar deh, yang penting ini kesempatanku. Ketika dia lengah, kuinjak kakinya kuat-kuat. Dia pun mengerang kesakitan. Langsung saja dengan kekuatan penuh aku berlari meloloskan diri darinya. Satpam yang menjaga pintu gerbang pun hanya terbengong-bengong melihatku melesat keluar gerbang.

“Yaaaah! Nona Krystal! Jangan kabur!” teriak Minho dari belakangku. Aku sama sekali tidak peduli, yang penting menjaga jarak sejauh mungkin darinya. Dengan masih berseragam dan tas sekolah yang tersampir di pundak, aku berlari kesetanan. Minho tampaknya sudah mulai mengejar dari belakang. Gawat, aku harus cari tempat sembunyi nih. Ah itu dia! Di tikungan berikutnya, aku bersembunyi di balik vending machine. Dalam hati aku bersungguh-sungguh berdoa agar Minho tidak menemukanku. Dan… berhasil! Lelaki itu sama sekali tidak melihatku! Ketika ia sudah jauh dan tak terlihat lagi, aku keluar dari persembunyianku. Nafasku sedikit terengah-engah karena berlari mati-matian tadi.

Aku tersenyum puas, kali ini aku bisa melakukan apapun semauku lagi deh! Aku mengambil arah yang berlawanan dari Minho tadi. Hmm~ yes, rencana makan kue di kafe langganan bisa terlaksana. Maaf ya Minho, aku menipumu lagi. Janji deh aku akan minta Ayah supaya tidak memecatmu.

–o0o–

Baru berjalan 15 menit menuju pusat kota, aku sudah sampai di sebuah jalan kecil yang sepi. Kalau di film-film, jalanan seperti ini nih yang biasanya ada adegan si cewek digodain preman-preman, kemudian si cowok akan datang menyelamatkan. Lalu berandalan-berandalan itu K.O. karena dihajar sama si cowok. Duh, klise.

“Neng, kok sendirian?” Hah? Barusan siapa yang ngomong ya? Aku membalikkan badan, dan sialnya, aku menemukan 3 orang berpenampilan seperti preman sedang tersenyum-senyum aneh ke arahku.

“Waduh waduh… Kok pakai seragam di jam segini? Neng mbolos ya?” Nang neng nang neng, bahasanya kampungan sekali!!

“Kalau gitu gimana kalau main sama kakak-kakak ini?” kata seorang lagi dari mereka. Krystal, jangan pernah memikirkan hal-hal aneh sendirian. Kalau tidak bisa-bisa jadi kenyataan begini kan. Duh masih mending kalau ada yang menyelamatkan seperti yang ada di pikiranku tadi. Lah ini? Punya cowok aja nggak, mana jalannya bener-bener sepi lagi!

“Hei Neng, kok diem aja sih?” Ugh bau apa ini? Menyengat sekali. Dasar, masa pagi-pagi gini sudah mabuk sih?

“Neng, nggak bisu kan? Jawab dooong~” kata seorang preman yang badannya gendut dengan sok imut. Yaiks. Pikirkan Krystal, ayo berpikir cara lolos dari sini.

“Oh! Lihat, ada Kim Tae Hee!!” seruku asal. Ketiga kepala itu langsung menoleh ke arah yang kutunjukkan. Aku sudah bersiap untuk lari sekencang-kencangnya, namun belum sempat menjauh tanganku sudah digenggam dengan erat oleh salah satu preman yang berkepala botak.

“Haaa?? Kau pikir kami akan tertipu ya?!” Cih, jangan jangan kepintaran mereka satu level di atas Minho lagi. Ya Tuhan, tolong kirimkan bantuan!!

Si Preman Botak menarikku ke arahnya, “Wah wah, Neng, wajahmu ternyata manis juga ya.” Ewh, mit-amit deh kalau dipuji dengan tampang mesum seperti dia.

“Lepaskan!!” teriakku putus asa. Aku meronta-ronta, namun hasilnya nihil. Dia malah mencengramku semakin kuat. Karena takut, emosiku pun tak terkontrol. Tanpa sadar pipiku sudah basah karena air mata.

“Yah! Kalian! Lepaskan dia!!” Dari belakang preman itu terdengar teriakan yang… rasanya familiar. Kami semua menoleh ke arah sumber suara. Berdiri kira-kira dua meter dari kami, Minho terlihat sangat marah. Wajahnya tampak garang dan penuh emosi, belum pernah aku melihat dia yang seperti itu sebelumnya.

“Huh? Siapa kau anak kecil? Jangan ganggu urusan orang dewasa ya.” Ucap preman kurus yang paling jangkung.

Minho berjalan pelan-pelan ke arah kami, aku cuma bisa terpaku melihat adegan selanjutnya. “Jangan… Berani-beraninya. Kalian. Menyentuh. Nona.” Ia memberikan penekanan di setiap katanya. Saat itu, Minho benar-benar terlihat mengerikan. Dan dengan secepat kilat, entah apa yang terjadi, tiba-tiba si preman jangkung sudah jatuh tersungkur. Minho sudah berdiri di depannya dengan tangan terkepal, matanya benar-benar berkilat.

“Ku…kurang ajar!!” Si preman gendut kemudian langsung berlari menuju Minho, sudah siap menyerang. Namun dengan mudahnya Minho menangkis pukulan orang itu, dan dengan sekali serangan di belakang leher lelaki itu sudah pingsan. Padahal mungkin berat badannya 2x lebih besar daripada Minho, tetapi ia berhasil membereskannya dalam hitungan detik.

Melihat itu, si preman botak melepaskan cengkramannya dariku dan berbalik menghadapi Minho. “Cih, tidak bisa diremehkan ya. Tapi tunggu sampai kau merasakan kemarahanku yang perkasa ini!!” Oke, kuakui kata-kata preman itu lame sekali. Ini kan bukan sinetron laga.

Si preman botak itu melancarkan satu pukulan ke wajah Minho. Namun dengan gerakan mengalir, Minho berhasil menghindarinya. Begitu juga dengan serangan yang dilancarkan bertubi-tubi berikutnya. Minho berhasil menghindari semuanya. Dan ketika datang waktu yang tepat, ia menangkap satu lengan preman botak itu dan kemudian membanting tubuh besar si berandalan dengan gerakan ala judo.

Aku hanya terpana melihat semuanya. Ketiga preman itu hanya bisa terkapar di jalan sambil mengerang-erang kesakitan, nampaknya sudah tidak bisa bangkit lagi. Minho berjongkok di dekat preman botak, ditatapnya laki-laki itu lekat-lekat.

“Yah, apa kau pernah mendengar nama Keluarga Jung? Salah satu kekuatan terbesar di dunia bawah tanah Korea Selatan?” katanya pada si preman botak. Preman itu hanya melakukan gerakan seperti mengangguk sambil bergeliat-geliat di tanah karena kesakitan.

Minho pun melanjutkan perkataannya, “Jangan pernah berurusan lagi dengan putri pewarisnya, atau kau akan merasakan yang lebih dari ini. Hingga kau akan memohon-mohon supaya hidupmu lebih baik berakhir.” Katanya dingin. Ketika Minho selesai bicara, erangan preman itu justru semakin keras seolah ingin menangis.

Setelah berdiri dan merapikan jasnya, Minho berjalan menghampiriku yang masih tampak shock. Ia menarikku berjalan mengikutinya, tanpa bersuara apapun ia selalu mengenggam tanganku sepanjang jalna yang kami lewati. Mulutku pun terasa beku, tak bisa bergerak, bahkan untuk mengucapkan terima kasih pun aku tak bisa. Seperti seorang domba yang digiring, aku hanya menurut ke mana Minho membawaku.

–o0o–

“Hah?” aku cuma bisa melongo seperti orang idiot di hadapan Minho. Minho yang duduk di hadapanku menghela nafas dengan pelan, “Saya tadi bertanya, Nona ingin memesan kue apa?”

Rasanya otakku lambat sekali mencernanya, “Uh… Ch-cheese cake saja kalau begitu.” Kemudian Minho langsung berdiri dan pergi ke counter untuk memesannya.

Apa kalian juga bingung? Aku sendiri juga jadi bingung sendiri di sini. Tiba-tiba tanpa berkata apa-apa, Minho sudah menyeretku ke kafe yang sering kudatangi ini, seolah tahu keinginanku sejak awal tadi. Dan secara mendadak pun kemudian ia menawariku kue?! Setelah apa yang barusan terjadi dan tiba-tiba ia denga tenangnya menawarkanku kue?!! Yah, walaupun lumayan sih ditraktir, tapi kan tetap saja…

“Pelayannya bilang, sebentar lagi dia akan mengantar kuenya ke sini.” Suara Minho membuatku tersadar dari rentetan lamunan yang memenuhiku. Ia kemudian duduk dan lagi, kedua matanya yang besar itu menatapku dalam dalam. “Nona… tidak terluka kan?”

“Aku menggelengkan kepalaku dengan kuat, “Tidak apa-apa.” Ya ampun kenapa atmosfernya canggng begini sih?

“Anu… Minho-ya…” daripada suasananya begini terus, lebih baik kuselesaikan. “Terima kasih, sudah menolongku.”

Minho memajukan badannya untuk mendekat, kedua tangannya terlipat di meja. “Nah sekarang mengerti kan Nona kenapa Anda tidak boleh kabur dari Saya?” Tetapi Anda tidak perlu berterima kasih, itu sudah jadi bagian pekerjaan dari Saya.”

Baru saja selesai Minho berbicara, pesanan kue kami sudah datang. “Silahkan pesanan Anda.” Pelayan yang mengantar tersenyum kepada kami berdua. Aku mengenal pelayan itu sudah sejak lama, karena kafe ini sangat sering kudatangi lama kelamaan aku jadi akrab dengan para karyawannya.

Aku membungkuk sedikit, “Terima kasih, Yoona-ssi.” Pelayan yang bernama Yoona itu tersenyum semakin lebar. “Jangan sungkan-sungkan, silahkan nikmati waktu kalian di sini.” Katanya dengan cerah. Dan dengan itu, ia pun pergi meninggalkan kami berdua di pojok kafe yang masih sepi ini.

Hening. Tak ada satupun dari kami yang menyentuh kuenya.

“Nona Krystal…” suara berat Minho yang tiba-tiba muncul membuatku terlonjak. Aku mendongak untuk menatap wajahnya, entah kenapa tapi sepertinya ada yang berbeda dari Minho sekarang.

“Saya harap Nona mengerti… keadaan diri Nona sendiri. Sebagai putri dari Keluarga Jung, bahaya bisa mengancam Anda kapan saja.” Ya ampun, mulai deh obrolan serius seperti ini.

“Arasseo arasseo~ Aku bukan anak kecil lagi, Minho-ya.” Rasanya kalau diperlakukan seperti itu terus aku juga lelah kan. Aku cuma ingin bebas melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh remaja sepertiku.

“Justru karena itu!!” suara Minho yang semakin meninggi membuat jantungku melompat. “Karena sekarang Nona sudah 17 tahun dan Anda sudah mulai tumbuh menjadi wanita dewasa, hal-hal seperti tadi bisa terjadi kapan saja jika Anda lengah!”

Lagi-lagi… sisi lain Minho yang belum pernah kulihat muncul.

“Dan adalah tugas saya sebagai bodyguard Anda untuk melindungi Nona. Maka dari itu… saya mohon dengan sangat, tolong… jangan pergi dari sisi saya lagi.”

DEG! Duh kenapa jantungku berdegup dengan liar seperti ini sih? Dan kenapa dia bisa-bisanya bicara hal seperti itu dengan wajah yang tenang begitu?! Kata-katanya juga ambigu sekali, bisa-bisa aku jadi salah paham kan. Lidahku kelu, sama sekali tidak bisa kugerakkan. Aku harus menjawab apa nih? Mau tak mau, denga pasrah aku hanya menganggukkan kepala padanya. Sedetik kemudian Minho langsung tersenyum lebar kepadaku, “Nah begitu dong.”

Lelaki yang ada di hadapanku sekarang ini, benar-benar telah membuat pikiranku tak karuan. Terlalu banyak sisi dirinya yang belum pernah kulihat. Padahal kukira aku sudah mengenalnya dengan baik. Minho yang berumur 2 tahun lebih tua dariku itu tiba-tiba datang bersama Ayah kira-kira 3 tahun yang lalu. Dan sejak sat itu kemanapun aku pergi, Minho tak pernah lepas dari penglihatanku. Ayah benar-benar mempercayakan keselamatanku kepadanya. Dari dulu aku selalu bertanya-tanya apa yang membuatnya begitu dipercayai oleh Ayah. Padahal dari penglihatanku dia terlihat benar-benar meragukan. Tetapi ternyata aku salah. Sejak hari ini… mungkin… pandanganku tentangnya akan berubah.

–o0o–

06.10 PM — DongHae’s Office

Normal POV

 

DongHae sedang membereskan file-file yang ada di meja kerjanya ketika telepon yang tak diduga itu datang. Ia buru-buru merogoh-rogoh ke dalam jasnya untuk mengambil ponselnya yang terus bordering. “Yoboseyo?” katanya setelah berhasil menempelkan benda it ke telinganya. Dari seberang terdengar suara yang sudah tidak asing baginya. Telepon itu mengatakan bahwa ia harus menginap di Rumah Induk Keluarga Jung untuk semalam ini karena akan diadakan rapat besar yang akan menentukan langkah keluarga ini selanjutnya. Dan sebagai penasihat terpercaya Tuan Jung, keberadaannya di sana merupakan keharusan yanh tak terelakkan.

DongHae mengiyakan, ia berjanji untuk datang 1 jam sebelum rapat dimulai. Dan begitulah telepon itu diakhiri. DongHae menghela nafas dengan berat, lagi-lagi jadwal kerjanya yang begitu padat membuatnya harus kehilangan waktu untuk keluarganya sendiri. Padahal hari ini adiknya, Amber, akan pulang dari Amerika setelah selesai menyelesaikan pendidikannya di sana. Tadinya, ia berencana menjemput adiknya yang tomboy itu sendiri ke bandara. Tapi tampaknya plan itu harus disingkirkan dahulu.

Lelaki muda itu dengan cepat menghubungi adiknya yang masih di luar negeri. “Hello?” terdengar suara feminine yang berat di telinganya. Otomatis DongHae langsung tersenyum meski ia tahu adiknya itu tak mungkin bisa melihatnya sekarang, “Hai, ini aku DongHae.”

“Kenapa melepon oppa? Ingat tidak kalau ini telepon antar-negara? Pesawatku baru berangkat 1 jam lagi.” Amber bukan tipe orang yang suka mengobrol di telepon, dan DongHae tahu benar itu.

“Hari ini oppa tidak bisa datang menjemputmu di bandara, mianhae. Aku ada rapat mendadak.” DongHae merasa sangat bersalah pada adiknya sekarang, dan ia tidak begitu suka ketika harus membatalkan janji.

Amber terdiam sejenak, “Si Pak Tua itu memanggilmu lagi ya?” katanya enteng. Mendengar sebutan adiknya untuk si Bos membuat DongHae tertawa lepas.

“Ada rapat besar Keluarga yang harus kami hadiri. Kau kapan-kapan juga mampirlah ke Rumah Induk, beri salam juga untuk Nona Krystal.”

“Tenang saja, begitu sampai aku akan pastikan untuk bertemu Nona Krystal, Pak Tua juga.”

DongHae tersenyum puas, ia tidak bisa lebih bangga lagi pada adiknya. “Gomawo, kamu memang adikku yang tersayang deh.”

“Jangan ngomong sok manis begitu, jijik tahu.” Sambar Amber dingin.

“Hahaha arasseo arasseo. Kalau begitu sampai jumpa di Seoul, semoga penerbanganmu menyenangkan.” Dan telepon pun ditutup. Tetapi DongHae justru semakin merasa bersalah pada adiknya. Ia berniat untuk membelikan Amber sesuatu sebagai hadiah permintaan maaf. DongHae membuat catatan di kepalanya untuk pergi ke pusat kota sebelum berangkat ke Rumah Keluarga Jung.

–o0o–

06.45 PM — DongHae’s Car

 

Normal POV

 

DongHae menatap pemandangan di luar kaca mobilnya dalam diam. Pak Kim, supir pribadinya, menyetir di depan. Membawa Mercedes hitam DongHae menembus hingar bingar kota. Hari sudah semakin malam dan lelaki itu harus cepat jika mau mencari hadiah untuk Amber di pusat kota. Ia berpikir keras, kira-kira hadiah apa yang cocok untuk adiknya itu. Boneka? Tidak mungkin. Perhiasan? Ia yakin Amber bahkan tidak akan menyentuhnya. Aaish, kenapa memilih kado untuk perempuan itu sulit sekali sih?

Ketika sedang sibuk dengan pikirannya, handphone DongHae bordering lagi. Kali ini peneleponnya adalah Minho. “Hyung! Maaf aku baru bisa menghubungimu sekarang.” Seru Minho dari seberang. Dari nadanya, ia bisa menebak ada sesuatu yang terjadi.

“Ada apa Minho?” tanya DongHae tanpa meninggalkan pembawaannya yang tenang.

“Begini hyung… tadi pagi Nona Krystal…” Minho terdengar ragu untuk melanjutkan, tetapi DongHae memaksanya untuk terus bercerita. Dan Minho pun segera menceritakan kejadian tadi pagi secara detil pada DongHae yang terus diam selama Minho bercerita. Ketika ia selesai bercerita, Minho menduga DongHae akan memberinya peringatan karena sempat lengah. Namun yang terjadi justru keheningan yang menyelimuti mereka. DongHae tidak segera menjawab.

“…Apakah kau ‘membereskan’ berandalan itu?” tanya DongHae pada akhirnya. Suaranya datar namun menekan. Mendengar itu, Minho sedikit terhenyak. “Aku… tidak membunuh mereka hyung. Hanya memberi pelajaran untuk mereka. Sedikit.”

Tanpa diduga, DongHae justru menghembuskan nafas lega sebagai reaksinya. “Syukurlah. Berarti kau masih bisa berpikir rasional.”

Minho mengerjap-ngerjapkan matanya tidak percaya, “Aku tidak akan melakukannya di depan Nona Krystal, hyung.”

DongHae tersenyum, “Arasseo, sifatmu yang protektif itulah yang membuat kami percaya kau akan bisa menjaga Nona Krystal dengan baik.” Lelaki itu tertawa kecil sebelum akhirnya mereka berdua memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan ini.

Ketika DongHae menutup teleponnya, saat itu jugalah ketika Pak Kim menepikan mobil ke pinggir jalan. “Tuan, kita sudah sampai di pusat kota.” DongHae mengangguk ke arahnya, “Terima kasih. Kau tunggu di sini saja ya Pak Kim, biar aku berjalan sambil lihat-lihat toko. Paling lama aku akan kembali ke sini 1 jam lagi.” Kata DongHae seraya membuka pintu mobil. Pak Kim hanya mengangguk-angguk dalam diam.

DongHae sudah berjalan menyusuri daerah pertokoan itu dan dirapatkannya mantelnya agar udara dingin tidak terlalu menggigit. Ia masih bingung hadiah apa yang harus dibeli sehingga lelaki itu hanya berjalan tanpa arah. Tanpa sadar, ia sudah berjalan ke daerah yang lebih sepi.

Di dekat mulut sebuah gang, DongHae bisa mendengar suara-suara aneh. Insting DongHae sebagai seorang mafia mulai menajam dan ia mencoba memfokuskan perhatiannya untuk mendengar lebih jelas.

“Yah, nona cantik. Bos kami moodnya sedang tidak biak hari ini. Bagaimana kalau kau temani dia malam ini?” Suara berandalan?

“Kenapa itu jadi masalahku?” jawab sebuah suara dengan dingin, kali ini seorang gadis. Mungkinkah gadis itu jadi incaran mereka?

“Jangan cerewet! Layani saja kami! Tidak perlu bertanya macam-macam. Kalau kau tidak mau biar kami yang memulai.” Suara laki-laki yang lain, berarti mereka berada di kelompok kecil. Sepertinya gadis itu terkepung. Setelah menyadari itu, DongHae langsung melesat ke arah mereka. “Hey, lepaskan gadis itu!”

–o0o–

06.55 PM — SooYeon POV

 

Sialan SooYoung, sudah mau malma-malam begini tiba-tiba menyuruhku membeli Samgyeopsal, di restoran Cina yang jauh pula. Kalau saja dia tidak mengiming-imingku dengan mentraktir makan malam untuk 1 minggu ke depan aku tidak akan mau.

“Sialan bocah itu, siapa sih dia tiba-tiab muncul dan memukuli kita.” Aku melirik jauh ke depan karena tertarik dengan suara keras di daerah yang relatif sepi ini. Ada segerombolan lelaki, mungkin berandalan. Yang satu gendut dan yang dua kurus. Salah satunya benar-benar jangkung sementara si kurus yang satu lagi berkepala botak. Entah kenapa hatiku rasanya jadi risi. Gerombolan itu menghalangi jalanku.

Setelah beberapa langkah sepertinya mereka mulai menyadari kehadiranku. Salah satunya berani mendekat ke arahku, “Nona yang cantik sendirian aja?” Nggak penting, kurang kerjaan. Aku berjalan dengan tetap tenang tanpa menggubrisnya.

Ketika aku sudah cukup dekat tiba-tiba si Gendut mencengramku dan mendorongku ke gang yang sepi. Cecunguk-cecunguk ini benar-benar minta mati rupanya. Aku dipojokkan dan punggungku menghadap ke tembok. Untung saja aku lebih bersabar kali ini karena peringatan SiWon supaya tidak gegabah, kalau tidak mereka pasti sudah jadi mayat beku.

Tiga orang itu berdiri semakin dekat mengepungku, “Yah, nona cantik. Bos kami moodnya sedang tidak biak hari ini. Bagaimana kalau kau temani dia malam ini?” kata Si Jangkung sambil mengedikkan kepalanya ke Si Botak. Jadi bosnya Si Botak itu?

“Kenapa itu jadi masalahku?” kedua tanganku kumasukkan ke dalam saku mantel dengan santai, tanpa mereka tahu tangan kananku sudah memegang erat pistolku yang siap melepaskan peluru.

“Jangan cerewet! Layani saja kami! Tidak perlu bertanya macam-macam. Kalau kau tidak mau biar kami yang memulai.” Sudah cukup. Nyawa mereka sampai di sini saja.

Aku baru saja mau mengeluarkan pistolku ketika tiba-tiba seorang laki-laki bodoh datang.

“Hey, lepaskan gadis itu!” kami semua menoleh ke arahnya. Seorang lelaki yang berpakaian rapi dengan mantel hitam dan suite hitam menatap dengan penuh determinasi. Mungkin saja ia pekerja kantoran yang baru pulang. Bodoh, menghabiskan waktunya hanya untuk dihajar berandalan ini? Kalau tidak ada dia sudah bisa kubereskan semuanya dalam 10 detik.

Si Botak itu tertawa ke arahnya, “Hahaha! Mau apa kau? Urusi saja urusanmu sendiri, sampah. Kalau kau tidak mau mati.” Ya, dan berikutnya yang akan kuhabisi adalah kau, Botak.

‘Buuagh’

Hmm?

‘Bukk!’

Aku melongok ke bawah, badan Si Boak itu sudah tengkurup di lantai. Siapa? Aku menengok ke arah laki-laki asing tadi dan tiba-tiba saja dia sudah ada di hadapan kami dengan tinju terkepal.

“Bbb-bos!” seru Si Gendut dan Si Jangkung terkesiap.

‘Bbbuak! Dugg!’ detik berikutnya mereka sudah menemani bos mereka di lantai. Aku terkejut sedikit, sepertinya laki-laki ini bukan orang biasa.

Di tengah-tengah erangan korbannya, lelaki asing itu melangkah ke arahku. “Nona tidak apa-apa?”

Oh sial, aku lupa samgyeopsal milik SooYoung belum kubeli, teri-teri ini terlalu banyak menyita waktuku. Aku berjalan melewati laki-laki asing itu tanpa mempedulikannya, waktuku yang berharga hanya akan terbuang di sini.

“Hey!” ada sebuah tangan yang mencengram lenganku dari belakang. Apa lagi ini? Apa sih maunya lelaki ini?

Wajah itu menatapku tidak percaya, oh, sepertinya dia masih sangat muda. Umurnya sepertinya tidak jauh dariku. Tunggu, hal itu tidak penting. Yang lebih penting sekarang adalah kenapa laki-laki ini tiba-tiba menggenggam tanganku erat sekali dan seperti tidak berniat untuk melepaskannya sama sekali.

Aku meronta-ronta sedikit tetapi genggamannya jadi lebih kencang. “Yaah! Kau ini kenapa sih?!” seruku frustasi.

“Aku?! Harusnya aku yang tanya! Aku baru saja menyelamatkanmu dan hanya itulah reaksimu?!” balasnya, sepertinya ia benar-benar kesal.

Ck. Rupanya memang sok mau jadi jagoan ya. Aku benar-benar malas membuang kalori hanya untuk hal seperti ini. Aku berhenti berontak dan kutatapnya dengan pandangan terdingin yang kupunya. “Dengar ya, tanpa kamu pun aku juga bisa membereskan semuanya sendirian. Jadi aku tidak perlu berterima kasih karena kau sendiri yang memutuskan untuk ikut campur.”

Laki-laki asing itu tersentak, oh aku baru sadar kalau wajahnya mengingatkanku akan ikan. Bagaimana kalau aku panggil dia Pria Ikan? Ya itu terdengar lebih praktis daripada ‘laki-laki asing’. Pria Ikan itu sepertinya jadi naik darah mendengar ucapanku barusan. Benar kan, detik berikutnya dia berteriak-teriak di depan wajahku.

“Hei, sikap macam apa itu?! Apa kau tidak pernah diajari sopan santun? Lagipula bagaimana bisa gadis bertubuh mungil sepertimu bisa mengalahkan 3 preman sekaligus ha? Jangan bicara tentang omong kosong!”

“Ya!!” aku balas berteriak. “Kamu tidak bisa berkaca apa? Memangnya badanmu tinggi besar?!” aku menyondir tinggi badannya yang memang tidak terlalu tinggi dan sepertinya itu berhasil mengenainya. Pria Ikan itu mengernyit ke arahku.

“Kau ini benar-benar ya…” desisnya “Ini baru pertama kalinya aku melihat gadis berperilaku sepertimu.”

Aku mendengus. “Hmph. Kalau begitu duniamu yang sempit.”

“Mwo?!” teriaknya. Laki-laki itu benar-benar cerewet ya.

“Dengar ya Pria Ikan,” aku memulai lagi.

“Pria Ikan?!”

“Aku sedang sangat terburu-buru dank au hanya akan membuang waktuku percuma. Jadi lepaskan aku atau aku akan melakukan ini…” Dengan cepat aku meraih lengannya yang masih mencengramku. Dia sepertinya tidak menduga ini akan datang, bisa kulihat matanya yang membesar sesaat sebelum kubanting tubuhnya ke tanah.

‘Bukk!’ dengan sukses tubuhnya terkapar di lantai. AKu menatapnya dari atas dan kuberikan seringai yang terjahat yang bisa kukeluarkan. “Lihat? Siapa bilang aku lemah kan? Lain kali jangan sok ikut campur urusan orang lain ya, Pria Ikan.”

Dan dengan itu aku meninggalkannya termangu di lantai. Langkahku kupercepat menuju jalanan yang lebih ramai. Sebaiknya aku harus cepat membeli samgyeopsal itu kalau tidak mau SooYoung membatalkan janjinya.

–o0o–

07.50 PM — Jung Resident

 

Krystal POV

 

BOSAAAAN. Ini hari terburukku sepanjang sejarah. Terjebak di ruangan rapat bersama bapak-bapak tua ini benar-benar membunuhku perlahan-lahan. Kenapa juga sih Ayah menyeretku sampai ke sini? Pakai alasan pewaris keluarga lagi. Mana DongHae oppa belum datang juga, kan aku jadi bosan harus mendengarkan omongan berat bapak-bapak ini. Aku melirik ke samping tempat Ayah yang duduk di sebelahku, wajahnya tampak serius sekali. Di sebelahnya lagi ada Ibu yang dengan setia ikut memperhatikan jalannya rapat.

“Bagaimana Krystal? Apa pendapatmu?” Ayah bertanya mendadak kepadaku yang sedang melamun.

Oh, crap. Lantas aku mengangguk-angguk mantap, “Ya ya, aku setuju dengan apa yang dikatakan dari awal sampai akhir.” Padahal daritadi aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Syukurlah Ayah tampaknya cukup puas dengan jawabanku, ia tidak bertanya apa-apa lagi setelahnya.

Di tengah-tengah kelegaanku tiba-tiba pintu menjeblak terbuka dan masuklah DongHae oppa yang tampak terburu-buru. Aku langsung berseri cerah, akhirnya dia datang!

“Maafkan aku karena terlambat, perjalanan menuju kemari tidak begitu lancar.” Katanya langsung membungkk 90 derajat kepada Ayah yang terduduk kaku. Ayah hanya mengangguk pelan dan bergumam sedikit ke arah penasehat mudanya itu, DongHae oppa pun langsung mengambil tempat duduknya di sebelah kiriku. Yah paling tidak sekarang aku punya seseorang yang bisa diajak bicara.

Aku berbisik ke arahnya, “Oppa, kau lama sekali.”

Dia melirik gelisah ke arahku, oh pasti dia tidak ingin ketahuan sedang mengobrol denganku maka kugeser kursiku lebih dekat agar hanya kami berdua yang mendengar.

“Aku ketemu cewek aneh di jalan, gara-gara itu aku telat.” Bisiknya cepat.

Aku mengerutkan dahi, “Cewek? Yah oppa jadi sekarang kerjaanmu main cewek?”

DongHae oppa terlihat gusar dan mendekatkan kepalanya ke arahku. Ia masih berbicara dengan volume yang sangat kecil, “Aniyooo! Di jalan aku melihat ada gadis yang diganggu preman. Setelah kutolong cewek itu malah ngeloyor pergi tanpa mengucapkan sesuatu.”

“Lalu?”

“Setelah kupaksa meminta maaf dia kemudian membantingku ke tanah.”

Kepalaku menoleh cepat ke arahnya dan kutatap ia tak percaya, “Kau? Dibanting? Mungkin yang kau tolong itu atlit sumo.”

“Bukaaan! Badannya ramping, mungil, seperti model. Dan tingginya pun hanya sampai sekupingku. Sudah jelas dia bukan atlit sumo.” Wow, cewek itu pasti perkasa sekali sampai bisa membanting DongHae oppa. Aku tidak bisa tidak membayangkan cewek bertubuh besar kekar berotot dengan wajah maskulin.

“Lalu wajahnya?” tanyaku penasaran.

DongHae oppa tidak langsung menjawab, pandangannya seketika menerawang. “Dia… berwajah seperti boneka, dengan mata seperti kacang. Rambutnya berwarna cokelat tembaga dan jatuh sampai melewati bahu. Kalau kau melihatnya psati mengira dia semacam idol atau apa.”

Wow, seorang gadis cantik bisa mengalahkan DongHae oppa?

“Aaa~ oppa, kau jatuh cinta ya?” godaku. Lelaki itu menoleh ke arahku dan memasang tampang jijik. “Tidak mungkin. Kelakuannya buruk sekali.”

“Oh wae?”

“Dia memanggilku Pria Ikan.” Katanya muram.

Aku berusaha menahan ledakan tawaku, hahaha! Cewek itu pasti punya insting yang kuat.

“Kenapa? Kau pengen ketawa? Yah tidak lucu tahu.” Desisnya.

“Hmmph, tapi itu memang benar kan, wajahmu mirip ikan.”

DongHae melirikku tajam seolah ingin menyuruhku diam, tapi aku tidak bisa. “Kalau kuingat-ingat unnie juga pernah bilang kalau wajahmu mirip ikan.”

Pria itu mendengus kesal, “Hanya unnie-mu yang boleh memanggilku begitu.” Aku cuma mengangguk-angguk dalam diam sambil menahan senyum.

“DongHae, bagaimana pendapatmu? Apa kau punya usul lain?” suara Ayah yang tiba-tiba menyela obrolan tersembunyi kami membuatku terkaget sedikit. Seperti biasa wajahnya tetap kaku dan serius ketika ia melirik ke arah DongHae oppa yang ada di sebelahku.

Aduh gawat, apa DongHae oppa akan dimarahi setelah ini karena malah mengobrol di dalam rapat? Aku memutar kepalaku untuk melihat reaksinya, tetapi tanpa kuduga ia justru tersenyum lebar.

“Ndae, saya pikir tetap memfokuskan bisnis keluarga di bidang perhotelan dan kasino memang sebuah investasi yang lebih aman. Saya tidak setuju dengan usulan Tuan Yoo tadi, kita mulai merambah bisnis narkoba, saya rasa resikonya terlalu besar.” Jawabnya panjang lebar. Ayah mengangguk tanda menyetujui segala ucapan penasehatnya itu.

“Usul saya yang lain, mungkin sedikit demi sedikit kita harus mulai meninggalkan sektor perdagangan gelap. Seperti yang kita tahu Keluarga Choi sekarang sudah mengambil alih kira-kira 80% bisnis ini. Kita harus mulai memikirkan bidang baru apa yang akan kita kuasai.” Tambah DongHae oppa dengan sikap tenang sambil menyapu seisi ruangan dengan tatapannya yang jernih namun kuat.

Dalam hati aku berdecak kagum, di sat aku sedang mengobrol dengannya di saat bersamaan pula ia mendengarkan isi rapat yang membosankan ini. Dan dengan cepat pula ia bisa menyimpulkan segala sesuatunya. Pantas saja Ayah begitu percaya padanya.

Sayangnya, dari sekian banyak orang yang datang rata-rata sudah berumur dan mereka memandang sebelah mata DongHae oppa yang bahkan mungkin masih seumuran dengan anak mereka. Setelah oppa selesai bicara, banyak gumaman keraguan merebak di antara bapak-bapak itu. “Meninggalkan perdangan gelap? Tapi itu tetap saja membuang 25% dari seluruh pendapatan keluarga kita!” seru orang tua paruh baya yang kukenal dengan nama Park Shim itu. Kalau tidak salah jabatannya cukup tinggi juga dalam keluarga ini.

“Saya tadi bilang kita tidak akan meninggalkannya begitu saja. Hanya perlahan-lahan. Dan selama itu kita akan mencari lahan bisnis baru yang lebih menguntungkan.” Ucap DongHae oppa tajam, “Kita semua tahu Keluarga Choi adalah saingan dan rival kita yang terberat. Saat ini kekuasaan mereka di perdagangan gelap sudah terlalu luas dan hanya tinggal menunggu waktu saja sampai semuanya mereka ambil alih.” Lagi-lagi seisi ruangan gaduh oleh bisikan dan gumaman.

Semuanya baru terdiam ketika akhirnya Ayah angkat bicara dengan suara volume yang keras. “Keluarga Choi… kekuatan mereka semakin menekan. Sudah sejak lama keluarga ini bentrok dengan keluarga kita. Dan saat ini hanyalah mereka yang bisa menandingi keluraga Jung.  Aku percaya ini saatnya bagi kita untuk mewaspadai keluarga itu. Terlebih kudengar mereka memiliki kelompok ‘assassin’ terhebat yang mereka latih sendiri.” Ketika kata ‘assassin’ disebut seisi ruangan kembali gaduh dan berisik. Memang menurut yang kudengar assassin keluarga Choi adalah yang paling patut diwaspadai. Sudah banyak berita pembunuhan janggal dan orang-orang hilang yang diyakini hasil dari perbuatan mereka. Menurut rumor, assassin itu bisa muncul dari kegelapan dan melenyapkanmu bahkan sebelum kau bisa mengedipkan mata. Memikirkan itu saja sudah membuatku merinding.

“Karena itu aku sepakat dengan DongHae untuk lebih memperkuat apa yang telah menjadi kelebihan kita. Tidak ada gunanya mempertahankan sesuatu yang pasti kalah. Struktur keluarga ini juga harus dibenahi, jangan sampai ada pengkhianatan dan kawan yang justru berbalik melawan kita. Jika sampai ada satu saja yang berani berkhianat maka orang itu harus segera kita lenyapkan.” Kata-kata Ayah berhasil membungkan seisi ruangan ini. Aku pun meneguk ludah karena firasatku mengatakan sebentar lagi akan ada sesuatu yang besar datang.

-TO BE CONTINUED-

A/N: Annyeong~ yang sudah mau baca, terima kasih 🙂 apalagi yang mau komen hehe. Saya tunggu kritik dan saran untuk ff ini ya chingu. Silahkan mention di twitter saya @aracchi12 kalau ada yang mau komen lewat twitter 😀 terima kasih~


16 thoughts on “Trapped [Chapter 2]

  1. Tuh kan thor…tebak’an aq bnar, kalau keluarga ‘choi’ sama keluarga ‘jung’ itu bersaing….
    Wah gimana nanti nasib Sica’a…
    _HaeSica awal pertmuan yang menegangkan…
    Hae Oppa So Sweet “hanya Unniemu yg boleh memaggilku seperti itu”…
    Next part’a di tungGu thor jngan lama” ya..

    Like

  2. woooow qren nie, ad actionny trnyata..

    tp kok itu c sicany malah diluar ga brgn ma krystal??
    itu yg ditolongin ma hae hyung c sica kn y??tp kok dy ga 1 rumah ma krystal??trus c krystal blg unnie, sbenerny unnieny kmn??itu sica??aaaarrghhhh #puyengmikircozbanyakprtanyaandikpala

    chingu updetny paliiiii..

    Like

    1. annyeong chingu, di sini Ara author nya 🙂
      chingu… sudah baca chapter 1 dan prologuenya belum? Mungkin sebaiknya membaca chapter 1 nya dulu supaya lebih jelas dengan apa yang terjadi 😀 bisa dicari di site ini atau kalau mau ke blog saya, tinggal klik username saya di atas kok hehe. Gomawo~

      Like

  3. ni ff termasuk yg paling reader tunggu…
    Alurnya keren trus ada Minstalnya lagi! Jarang2 ada Minstal di sini
    onnie update soon…!!!

    Like

  4. weis part 2 dah keluar nih.
    ehm maap baru baca nih,ketinggalan banget yah saya>,<

    hehey kakak dan adik di godain tuh ma preman yg sama 😀
    uh kekuatan kecantikan jung sister.
    asyik akhirnya haesica dipertemukan.
    haepa kasian,dibanting ma sica.hha

    hey,krystal kmna aja kau.
    baru terpana oleh kegantengan minho.

    ayo ayo haesicanya diperbanyak lagi min.
    ehm sepertinya haesica akan bersaing nih.

    Like

Leave a comment