BLIND (ONE YEAR LATER)


BLIND (ONE YEAR LATER)

 

Author: Gisica (Gita andrian)

Main Cast :

  • Lee Donghae
  • Im Yoon Ah
  • Jessica Jung

Support Cast: Kristal, Max

Length : One Shoot

Rating : General

Genre : Tentukan sendiri

Lattar             : Indonesia (HHEHHEEE)

 

~Donghae Pov (All)~

Akhirnya aku dapat melihat negara ini, sekian lama aku ingin melihatnya dan sekarang aku mendapat kesempatan itu. Akan tetapi keberadaanku di sini bukan untuk berlibur, melainkan memenuhi pesan terakhir ayahku. Yaitu datang jauh-jauh dari negara asalku Korea Selatan, menuju Indonesia untuk mencari adikku dari pernikahan kedua ayah. Sebelumnya aku juga belajar bahasa Indonesia selama 6 bulan di Korea, itu dikarenakan agar komunikasiku dengan penduduk di sini dapat berjalan lancar tanpa ada hambatan berbahasa. Tetapi sekarang aku cukup fasih melafalkan kata-kata dalam bahasa Indonesia.

Ketika fajar sudah tak tampak di langit, dan burung-burung mulai berterbangan untuk kembali ke sarang mereka. Langit pun semakin tak bersahabat, bau tanah mulai tercium menyengat. Hawa dingin yang menembus mulai menusuk tulang-tulangku. Aku Lee Donghae pemuda tampan berusia 28 tahun, jangan menyerah meski hujan atau badai menyerang. Dan sekarang waktunya aku mencari tempat penginapan untuk aku singgah sementara.

Malam mulai menyeramkan di pinggir kota yang tampak sepi dan sunyi. Sebenarnya ada satu yang belum aku pelajari dari negara ini, yaitu kota-kota yang terdapat di sini. Aku melupakan hal yang paling besar, datang ke negara orang tak mengetahui seluk-beluk mengenai kota-kotanya. Mulai sekarang aku jangan hanya mengeluh, namun harus aku tempuh. Bukan hanya satu hal yang aku lupa, aku juga melupakan sebuah data-data tentang keluarga adikku. Sejak ayah memberikan data-data itu, aku belum melihatnya sama sekali. Di mana alamat mereka, nama mereka, dan foto-foto mereka. Dasar bodoh! Tak hentinya aku menghujat pada diriku sendiri.

Lalu tanpa berpikir terlalu lama, aku membuka ranselku dan mengambil data-data tentang keluarga adikku. Data-datanya masih tersimpan sangat rapi dalam amplop putih besar. Aku menarik napas panjang, berusaha tak ada adegan dramatisir seperti sinetron-sinetron. Dalam hitungan angka kurobek ujung atasnya, kemudian….

“Prak!!!!!!!!!” seseorang menjahtuhkan data-data adikku. Aku menolehkan wajahku yang tampak geram, karena perlakuan yang sangat-sangat tidak sopan.

“Hei, mau apa kau??” aku benar-benar terkejut.

Aku pikir itu hanya seseorang. Tetapi jumlah mereka banyak sekali, kalau dihitung mencapai sembilan orang. Terlintas dalam pikiranku kalau mereka kawanan perampok yang akan meyerangku. Lalu bagaimana ini, mereka sangat banyak sementara aku hanya seorang diri melawan mereka yang berat dan tinggi tubuhnya kalau digabungkan bisa mencapai ratusan kilogram dan centimeter. Berat tubuhku saja hanya 60 kilogram untuk pria usia 28 tahun dengan tinggi 180 centimeter.

“Haha… lihat dia. Sepertinya dia bukan berasal dari negara ini, dia orang asing. Ayo kita bakar saja surat itu, dan ambil semua yang dia miliki.” Perintah dari seorang laki-laki yang usianya di atasku, dengan tato yang memenuhi tubuhnya yang besar.

“Ok boss!!” jawab mereka dengan kompak.

Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, aku tak masalah mereka mengambil semua barang-barangku. Tetapi jangan yang satu itu, aku harus menemukan adikku. Hanya data itu yang aku punya untuk mengetahui keberadaannya. Mereka pun mengambil amplop yang tadi terjatuh, dan salah satu dari mereka sudah mulai membakarnya. Aku ingin meraih amplop itu, tapi kedua tanganku dipegang sangat erat oleh perampok-perampok keji ini.

Sebagian amplop itu pun sudah terbakar. “Tunggu jangan bakar amplop itu, kalian boleh ambil semua milikku. Tapi jangan yang satu itu, silahkan kalian ambil barang-barangku.” Aku mencoba segala cara, dan hanya ini bisa kukatakan. Dengan sangat terpaksa kurelakan barang-barangku kuserahkan, walau nanti mereka juga akan mengambilnya.

“Aku mohon!!” kataku dengan sangat lemah, aku benar-benar terlihat seperti pria bodoh yang tak berdaya. Rupanya mereka tak mau mendengarkan permintaanku ini, mereka terus membakar amplop itu. Dan sekarang aku tak bisa tinggal diam, setidaknya aku masih punya satu yang kumiliki.

“Tidak akan kubiarkan kalian membakarnya.” Aku mulai geram dengan semua ini, aku mencoba melawan dengan sekuat tenaga. Kulepaskan kedua tanganku yang ditahan dengan erat, dengan amarahku yang memuncak. Aku pun dapat melepasakan kedua tanganku ini dari tahanan mereka. Satu persatu kuhajar mereka, namun mereka terus bertahan. Saat ingin menyelamatkan amplop yang setengahnya sudah terbakar, seorang perampok bertubuh kurus membesitkan sebuah pisau ke tangan kananku. Dan menghajarku hingga aku terjatuh di tanah yang basah.

“Akh!!” aku pun berteriak. Aliran darah dari tanganku mulai menetes dengan deras. Aku harus terkujur lemah dan tak berdaya, karena darah yang keluar terlalu banyak. Aku menjadi lemas, kekuatan bertahanku makin menurun. Bukan hanya itu saja, pandanganku mulai kabur. Semua tampak samar-samar bagiku, tapi dalam keadaan kritis. Kulihat mereka pergi dengan membawa barang-barangku, selain itu aku juga melihat amplop putih besar data-data adikku sudah hangus terbakar.

“Tolong aku!” ucapku dengan merintih kesakitan. Meski kondisiku tak memungkinkan berjalan jauh, aku berusaha berdiri dan berjalan untuk menemui seseorang yang mau menolongku. Akan tetapi sejauh langkah yang kutempuh, dengan susah payah tak seorang pun kutemui di lorong kecil dan sempit ini. Kota ini seakan kota tak bernyawa, tak ada seorang yang terlihat.

“Aku harus bertahan! Kau harus kuat Donghae, demi adikmu.” Itu mungkin kata terakhir yang dapat kukatakan, sebelum aku terjatuh dan terbaring tak sadarkan diri pada dinding tua di pojok lorong.

Pagi hari yang dingin, matahari sudah berada dalam peraduannya. Langit tampak cerah, dan sepertinya pagi ini akan bersahabat. Aku membukakan mata dengan sangat hati-hati, dalam harapanku aku berharap ini dunia sinetron. Bila seseorang tak sadarkan diri, maka ada seorang gadis meyelamatkan dan merawatnya . Namun ketika aku membuka mata, semua tampak sama. Aku masih berada di lorong sempit ini, tak gadis atau seseorang yang menolongku.

“Aku harus kemana lagi?? Mereka membawa semua yang kupunya, sekarang aku nggak beda jauh dengan gelandangan yang tak punya apa-apa.”

Tanpa berlama-lama di tempat ini, aku terus berjalan menembus lorong sempit yang masih saja terlihat sepi. Setelah berjalan cukup jauh, aku duduk di sebuah bangku taman kecil yang terbuat dari kayu. Kuperhatikan suasana di sini cukup aman dari tempat tadi, dan lumayan banyak orang-orang yang melintas. Entah berjalan kaki atau menaiki kendaraan pribadi dan umum. Perutku tak berhenti bersiul, sedangkan darah masih ke luar dari tanganku meski tak sederas semalam. Kalau tidak diperban dan dibiarkan seperti ini aku akan kehilangan banyak darah, dan juga infeksi. Tapi apa bisa kuperbuat, aku tak ada uang membeli perban untuk menutupi lukaku ini.

“Seandainya aku nggak ceroboh, mungkin kejadian ini nggak akan terjadi.”

“Aduh, punggungku sakit sekali!” ujar seorang gadis manis bertubuh tinggi, dengan membawa banyak belanjaan di tangannya. Gadis manis berkulit putih ini pun langsung duduk di sebelahku. Dia pun terkejut karena melihat darah yang mengalir di tangan kananku.

“Hei, kenapa dibiarin begitu. Kau bisa kehilangan banyak darah, dan tanganmu juga akan infeksi.” Gadis itu tampak khawatir dengan kondisiku. Bukan! Seharusnya aku tak usah percaya diri yang tinggi seperti ini, dia hanya kasihan dan tak tega padaku. Bukan alasan yang lain, bahkan kita tak saling kenal.

“Oh! Perampok yang melakukan ini, semua yang kupunya mereka rampas. Dan sekarang aku tak punya apa-apa, apalagi uang untuk membeli perban. Aku sudah tak punya.” Aku seakan-akan sudah berteman sangat lama dengannya, sehingga kuceritakan kejadian yang menimpaku.

“Seperti itukah?! Tunggu di sini.”

Ada apa dengan gadis itu, setelah mendengar peristiwa yang kualami dia pergi dan meninggalkan belanjaanya dan memintaku menunggu di sini. Beberapa saat kemudian, gadis manis itu datang lagi dengan membawa sesuatu.

“Aku lihat tangan kananmu!” aku pun menuruti perintahnya.

Ternyata dan ternyata dia mengobati tanganku dengan obat merah dan obat penghilang rasa sakit. Dia juga memperban tanganku dengan sangat lembut, dan hati-hati.

“Sekarang sudah selesai, bagaimana lebih baik kan??” ucapnya seraya tersenyum dengan manis. Rasanya aku sangat terharu dengan kebaikan gadis manis ini, butir-butir air mata seakan mau terjatuh dengan derasnya. Tetapi sangat tak layak aku menangis di depan gadis yang tak kukenal karena terharu dengan kebaikannya, kalau kuperlihatkan aku akan terlihat seperti seorang perempuan. Sementara gadis itu akan tampak seperti seorang lak-laki yang menyelamatkan perempuan. Sangat konyol pikiran dan perkataanku ini.

“Terima kasih ya, ternyata masih ada orang yang baik seperti kau.”

Dia hanya membalas dengan senyuman dan pergi dari hadapanku. Aku dengan cepat menghadang gadis itu pergi, entah sesuatu apa yang terjadi sehingga aku berlari mengejar gadis itu dan menghalanginya pergi.

“Tunggu!!”

“Ada apa??” katanya bingung.

Aku terdiam sejenak tak bisa menjelaskan maksudku. “Begini, aku bukan berasal dari negara ini. Kau tahu kan, aku sudah tak punya apa-apa lagi. Semua barang-barangku dirampok, aku minta kerjaan. Kerja apa saja, itu kalau kau mau membantuku.”

“Aku merasa kasihan padamu, aku sendiri tak tahu tujuanmu ke Indonesia. Tapi aku tak bisa memberikan kau pekerjaan, mungkin kau bisa bertanya-tanya dengan orang-orang di sini. Maaf aku tak punya banyak waktu, permisi.” Gadis itu pun berlalu dengan cepat dari hadapanku, dia tak mau menolong aku yang malang ini.

Sekarang aku harus kemana saja tak tahu, tujuanku sudah tidak jelas lagi. Bagaimana aku dapat menemukan adikku, sementara aku tak punya uang untuk mencarinya. Dan kembali ke Korea, bagaimana bisa… dari mana aku mendapat uang membeli tiket pesawat. Seperti apa yang gadis itu bilang, aku berusaha bertanya lowongan pekerjaan pada orang-orang itu. Namun tak ada satu jawaban mengenai pekerjaan yang kuterima. Selama seharian aku berjalan di kota Jakarta ini, hingga malam pun kembali lagi. Aku bahkan sampai lupa kalau seharian ini juga tak makan atau minum. Lalu bagaimana aku dapat terus bertahan hidup, lama-lama sebelum bertemu adikku aku harus mati kelaparan.

Aku terus meraba-raba perutku ini, cacing-cacing di perutku sudah mengamuk meminta makan. Kulihat ada air keran yang menetes, kupikir aku bisa meminumnya untuk menghilangkan dahaga ini. Dengan langkah gontai kudekati air keran itu, pertama kucoba membasuh wajahku dengan air keran ini. Lalu kuperhatikan sekelilingku agar tak ada orang melihatku meminum air keran.

“Glekk!!” rasanya satu tenggakkan sudah menghilangkan rasa kering di tenggorokkanku. Dan seterusnya kutenggak air keran itu hingga hampir lima kali, setidaknya aku bisa menahan lapar karena kebanyakan minum. Ketika aku menolehkan kepalaku, tiba-tiba seorang gadis berambut hitam panjang berdiri memperhatikan diriku.

“Kau??” kali ini aku merasa sangat malu, rupanya gadis itu mengetahui kalau aku meminum air keran. Terlebih lagi gadis itu, seseorang yang menolongku tadi siang. Dengan ekspresi wajah yang sulit kutebak dia menghampiriku.

“Kenapa kau selalu terlihat kasihan di hadapanku. Tadi siang tanganmu berdarah, dan tak mampu membeli obat untuk mengobati lukamu. Sekarang aku melihatmu lagi, dengan sangat menyedihkan kau seperti orang yang sangat kelaparan.” Tak kusangka gadis manis seperti dirinya mampu berkata serendah itu. Aku tak habis pikir, tadi aku bisa terharu dengan kebaikannya. Yang ternyata dia merendahkan diriku dengan sangat menyedihkan di matanya.

“Ya! Aku memang sangat menyedihkan. Aku memang terluka dan tak punya uang untuk membeli obat. Lalu sekarang aku memang sangat kelaparan, juga tak punya uang untuk membeli makanan. Dan untukmu aku sungguh kasihan, gadis selugu wajahmu mampu berkata begitu. Hah sudahlah lupakan perkataanku.” Karena tak mau mendengar perkataan-perkataan yang akan ke luar dari mulut gadis itu lagi, aku pun pergi dari hadapanya dengan rasa kesal.

“Tunggu, maafkan kata-kataku yang membuat kau tersinggung. Aku tak bermaksud berkata begitu… begini saja kau mau ikut ke tempatku.” Gadis itu sekarang berada di sebelah kiriku, entah kenapa pikirannya bisa berubah dan mengajakku ke tempatnya.

Aku tertegun mendengar ucapanya, sebenarnya kenapa dia bersikap seperti itu. Apa karena dia kasihan melihat keadaanku, ini sulit dipercaya.

“Kenapa? Katanya kau butuh pekerjaan.”

“Tadi siang kau bilang kau tidak tahu mengenai pekerjaan, dan sekarang…”

“Ya aku memang tadi tak tahu, sewaktu aku pulang ke rumah ternyata tetanggaku membutuhkan pegawai untuk bekerja bangunan. Dan aku teringat denganmu, aku juga mencari kau di taman yang tadi. Ternyata kau sudah tidak ada, sekarang aku menemukan kau. Apa kau mau menerima tawaranmu.” Aku melihat kesungguhan dari raut wajahnya.

“Kau serius??” tanyaku yang masih sedikit tak percaya, meski sudah yakin dengan ajakannya.

“Apa aku terlihat bercanda.”

Aku menggelengkan kepalaku.

“Ya sudah tunggu apa lagi kita pergi dari sini.” Aku pun menuruti gadis itu dan ikut bersamanya. Di perjalanan menuju tempatnya kami saling berkenalan. Aku pun memulai dengan bertanya padanya.

“Siapa namamu? Namaku Lee Donghae, kau bisa panggil aku dengan,” aku berpikir sejenak. “Donghae oppa.”

Gadis itu malah tertawa dengan sangat nyaring, membuat aku bingung dengan tingkah lakunya. Terlintas aku juga berpikir apa ada yang salah dengan ucapanku.

“Hei, kenapa kau tertawa. Memangnya ada yang lucu!”

“Habisnya aku suruh memanggilmu opah, memangnya kau tak tahu artinya opah itu.”

“Kau yang tak tahu, aku tahu. Jadi kau kira opah, yang artinya kakek. Itu di Indonesia, tapi di Korea itu adalah sebutan dari anak perempuan ke laki-laki yang lebih tua di atasnya. Mengerti! Coba kau panggil aku dengan sebutan itu.”

Dia masih tetap tertawa, meski ditahan-tahan. “Donghae oppa. Haha… itu lucu sekali, nanti kalau mereka mendengar aku memanggilmu seperti itu. kau dikira sudah kakek-kakek.”

“Ya sudah kalau tak mau panggil aku dengan sebutan itu!” kataku dengan sedikit gaya mengambek.

“Hei, begitu saja marah. Baiklah Donghae oppa, Namaku Yuna.”

Aku dan seorang gadis bernama Yuna, tiba di rumahnya. Di tempatnya dia memperkenalkan adik perempuan ibunya, yang biasa dia panggil bibi Yasmin.

Sebelum membawaku ke tempat tetangganya yang membutuhkan tenaga kerja bangunan, aku menginap di rumah Yuna. Kebetulan sekali anak laki-laki bibi Yasmin, sekarang lagi di luar kota jadi aku menempati kamarnya dan mengenakan pakaiannya juga. Aku juga memberitahu maksudku datang ke Indonesia, yaitu mencari adikku. Sungguh beruntung diriku yang semulanya bernasib malang. Bertemu gadis cantik, dan tinggal bersamanya.

Keesokkan harinya, aku mulai beraktivitas. Kukerjakan pekerjaan-pekerjaan bagunan rumah itu dengan sangat hati-hati. Karena sebelumnya aku tak pernah melakukan pekerjaan kasar ini. Di Korea aku adalah arsitek yang merancang bagunan, bukan pekerja yang mengangkut batu bata atau yang lainnya. Tetapi sekarang, seakan roda kehidupan telah berputar.

Hampir tiga minggu aku berada di Indonesia, dan selama tiga minggu itu juga. Aku selalu bersama-sama dengan Yuna, gadis itu semakin baik padaku. Dia selalu mengantarkan makan siang, sewaktu aku bekerja. Entah kenapa aku mulai nyaman bersama gadis itu, ada suatu rasa yang tak bisa dikatakan atau sulit diucapkan. Mungkinkah aku jatuh cinta padanya?? Entahlah…

“Donghae oppa. Aku ingin membisikan kau sesuatu.” Aku juga semakin senang karena Yuna mulai fasih memanggilku dengan sebutan yang kumau. Bukan hanya itu Yuna juga sering bertanya padaku bahasa-bahasa korea. Sudah banyak kata yang aku ajarkan padanya, seperti ucapan terima kasih, salam dan memanggil sebutan ke orang lebih tua atau muda.

“Apa?” aku tak tahu apa yang akan gadis itu katakan. Dia mendekatkan bibirnya ke telingaku, aku tersenyum menanti ucapannya.

“Opparull Saranghae! (kakak aku cinta kamu)” apa yang dikatakan Yuna, apa ucapannya benar-benar serius. Bulu kudukku serasa berdiri, tanganku sangat dingin dan terasa kaku.

Aku membalasnya dengan sangat lembut “Sarang-haneun Yuna. Ne! Nado Saranghae. Gamsahamnida! (yang tersayang Yuna. Ya! Aku juga cinta kamu. Terima kasih!)”

Karena Yuna sudah mengerti sedikit-sedikit bahasa Korea yang aku ajarkan, dia tersenyum dan pipinya tampah merah merona. Sejak saat itu hubungan kami yang semula hanya teman, kemudian menjadi sepasang kekasih. Selama menjalani hubungan dengannya tak ada kendala apa pun yang terjadi, aku pun semakin mencintainya.

Ketika sedang bersantai di pinggir danau, aku melihat Yuna tersenyum sendirian melihat dompetnya itu. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan olehnya, apa mungkin itu foto kekasihnya yang lain. tanpa dia sadari aku merebut dompetnya, ternyata dia sedang meperhatikan foto seorang wanita setengah baya yang tak lain adalah ibunya, yang telah meninggal.

“Kau cemburu pada ibuku, aku hanya rindu dengannya. Apalagi kau akan membawaku tinggal ke Korea, setelah kita menikah.” Yuna tampak sedih, aku meminta maaf dan mendekapnya dengan sangat hangat. Mulai saat itu aku berjanji terus mempercayainya, dan akan melindunginya.

Semua tampak berjalan dengan baik dan aku juga sudah lama menjalin cinta dengan Yuna, kami memutuskan untuk menikah minggu depan. Lalu tiba saatnya hari yang kutunggu, besok aku dan Yuna akan segera dipersatukan dalam tali suci pernikahan. Ketika sedang bersantai malam harinya bersama Yuna. Bibi Yasmin meminta bantuanku mengangkat barang ke gudang, sedangkan Yuna dimintanya untuk mengantar makanan ke rumah salah satu tetangga yang sakit. Aku dengan senang hati membantu mengangkat barang-barang ke gudang, namun ketika meletakkan barang di gudang. Ada tumpukkan kardus yang tak sengaja terjatuh olehku, kubereskan kembali. Dan kutemukan sesuatu…

Seluruh tubuhku bergetar, jantungku seakan memompa lebih cepat dari biasanya. Aku harus mengetahui satu hal. Kutemukan foto ayah dengan seorang wanita, yang wajahnya mirip dengan ibu Yuna. Dan ada sebuah akte lahir, yang ternyata itu milik Yuna. Tetapi sudah diganti oleh ibunya, sebelum diganti akte itu bernama ‘Lee Yoon Ah’. Dia adalah adikku yang kucari, kenapa aku bisa bodoh seperti ini. Tanpa berpikir panjang lagi, aku keluar dari gudang. Dan pergi mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Pikiranku benar-benar tak bisa dikendalikan, besok pernikahan aku dengan adikku sendiri. Bodoh! Aku memang bodoh. Karena kalut dengan diriku, aku menabrak sebuah mobil truck dan terpelanting memecahkan kaca mobil truck tersebut.

Ketika tersadar aku sudah berada di sebuah tempat di mana tampak gelap, dan mataku tertutup oleh perban. Beberapa saat kemudian, perban itu di buka secara pelan-pelan. Namun tak ada bedanya, semua tak terlihat. Apakah benar perbanku sudah di buka, tapi kenapa aku tak bisa melihat apa pun. Dokter menjelaskan kalau pecahan kaca mobil telah mengenai kornea mataku, sehingga aku harus mengalami kebutaan. Aku hanya berteriak histeris, seraya memikirkan nasibku. Bukan hanya cinta yang membutakan mataku, semua sudah benar-benar menjadi buta termasuk kedua mataku ini.

Di setiap lorong rumah sakit, aku merenungi nasibku. Terutama kesalahanku pada Yuna, yang telah meninggalkannya tanpa memberitahu semuannya. Ketika itu aku bertemu dengan seorang gadis kembali, awalnya terjadi salah paham. Karena aku menabraknya tanpa sengaja, sehingga dia dan tongkatnya terjatuh. Pertemuan singkat itu, telah berangsur hingga kami berteman. Biaya rumah sakit yang sudah tidak ditanggung pemilik mobil truck. Akhirnya aku ke luar dari rumah sakit itu, tanpa tahu tempat mana yang akan kusinggahi.

Saat itu juga, aku kembali bertemu dengan gadis yang sudah menjadi temanku. Namanya Jessica dia seorang penyanyi cafe. Dia pun sudah kuberi tahu, semua perjalanan hidupku selama berada di Indonesia. Dengan melihat keadaanku, dia mengajakku ke rumahnya. Awalnya aku menolak, tetapi dia terus memaksaku dengan berbagai cara sampai aku menerima ajakkannya.

Setibanya di rumah Jessica, ternyata ini bukan rumah biasa. Dia tinggal di apartement bersama kakak laki-lakinya, dan seorang adik perempuan. Mereka hidup bertiga sudah sekitar 10 tahun, sejak orang tua mereka kecelakaan dan meninggal dunia.

Selama lima hari tinggal bersama mereka, aku seakan melupakan kesedihanku. Meski keadaan sulit, mereka selalu menyanyi bersama. Melihat kekompakkan yang terjalin antar mereka, mengingatkan diriku pada Yuna. Kami selalu kompak, dan bersama. Sudahlah hal itu sudah lewat, aku harus melupakannya dan memulai lagi dari awal. Nanti saat aku bisa melihat kembali, aku akan menemui Yuna. Dan kuberi tahu kalau dia adalah alasanku datang ke Indonesia, yaitu mencari dirimu adikku.

Malam ini Jessica akan kembali menyanyi di cafe, setelah istirahat sejenak karena terjatuh dari tangga dan harus menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan. Aku pun diajak untuk melihat penampilannya. Bukan! Bukan untuk melihat secara langsung. Karena aku tak bisa melihat dia menyanyi di atas panggung, mungkin hanya dapat mendengar suaranya.

Pertama aku mendengar penampilan dari Max kakak Jessica bersama bandnya. Lalu selanjutnya Jessica.

“Untuk semuanya, aku persembahkan lagu ini untuk temanku Donghae. Lagu ini adalah lagu yang berasal dari negaranya, judulnya One Year Later.” Suara Jessica sungguh merdu, dia menenangkan hatiku.

“Kakakku, sangat menyukai musik sejak kecil. Tetapi dia melarangku untuk masuk dunia seni, dia bilang aku harus jadi sarjana. Setidaknya dalam keluarga, ada  yang berpendidikan tinggi.” Aku hanya tersenyum mendengar Kristal adik Jessica berkata seperti itu.

Aku pun meninggalkan meja cafe, dan pergi ke toilet. Saat ke luar dari toilet, aku bertemu dengan Yuna. Yuna bertanya segala hal padaku, aku hanya diam tak tahu harus berkata apa. Tanpa aku sadari, Yuna tahu kalau aku buta. Karena sewaktu aku bicara dengannya, mataku tak melihat ke arah matanya. Dia menangis dan mengatakan sebuah kata, yang selalu membuat tubuhku bergetar ‘Oppa Saranghae!’. Aku memintanya untuk tak lagi mengatakan itu, dan ketika itu juga kuberitahu semuanya kalau dia adikku.

Satu tahun kemudian, segalanya telah berlalu. Semua kenangan buruk itu telah kukubur dalam-dalam. Sekarang aku sudah mulai membuka kisah baruku dengan Jessica. Kebahagiaan, akan kumulai lagi. Dan penglihatanku sudah tak perlu dicemaskan. Enam bulan lalu, ada seseorang yang mendonorkan kornea matanya untukku. Aku ingin tahu orang baik yang mendonorkan kornea matanya untukku, tetapi dokter merahasiakan semuanya.

Kini waktunya, aku menemui Yuna dan meminta maaf padanya. Juga membawa dia ke tempat tinggal ayahnya. Sesampai aku ke tempat tinggal Yuna, ternyata satu tahun tak merubah keadaan tempat ini. Aku bertemu dengan bibi Yasmin, dia tampak tak menerima kehadiranku. Mungkin karena aku pergi tanpa pamit, dan meninggalkan Yuna.

“Buat apa kau datang lagi. Yuna sudah bahagia, aku tahu kau adalah kakaknya. Benar apa kata kakakku. Orang asing yang datang dalam kehidupanmu akan tetap menjadi orang asing, meski dia mencoba masuk dalam hidupmu.”

“Tapi aku ingin bertemu dengan Yuna, di mana dia? Apa dia sudah menikah?”

“Dia… sudah bersama ibunya sekarang.” Bibi Yasmin berkaca-kaca, air matanya tak tahan sehingga terjatuh. Aku semakin bingung dengan perkataan bibi Yasmin, sebenarnya di mana adikku.

“Maksudnya…”

Sepulang dari tempat itu, tubuhku menjadi kaku. Air mata darah seakan mengalir begitu menyakitkan dari kelopak mataku. Mataku, kornea ini adalah milik gadis manis itu. Dia memberikan pada kakaknya yang bodoh ini. Kenapa dia tidak bilang, kenapa? kenapa dia tak bilang kalau dia sakit, sakit parah.

“Lee Yoon Ah, sarang-haneun dongsaeng. Mianhae… (Adikku tersayang, maafkan kakakkmu).”


13 thoughts on “BLIND (ONE YEAR LATER)

  1. uwaaaa!!!! Yoona eonni, ternyata engkau begitu cepat meninggalkan kami. . .hiks. . .TT

    kalo Donghae oppa beneran ke indonesia buat cari seseorang, aku siap kok jadi tour guidenya^^hehehe. nice anfic chingu, tapi

    Like

  2. hiks hiks .. nangis nih … gak nyangka jalan ceritanya bkal kyak gni .. sad bgt .. T.T kirain yoona sma jessica bakal rebutan donghae..

    Yoona ny kok pke nyusul ibuny sgala sih ?? bener” deh kereeeenn pokokny ..

    tapi, critanya kependekan chingu.. panjang sih, tapi klo jalan critany kyk gni bkal lebih rame lgi klo d bkin bbrapa chapter .. jdi tmbah byk nangis ny.. *kekeke

    tapi kyk gni aj udh okeee bgt kokk … Bkin lagi yaa.. Hwaiting !!

    Like

  3. Yoong eonni, kenapa kenapa kenapa??? Huhu…
    Sedih bgt, Thor
    sayang cuma oneshoot, kalo dbwt chapter kykNa bklan lbh seru deh, hehe

    Like

  4. Ga nyangka tau2 Yoona uda meninggal dan yg donorin mata itu Yoona jg!! Aduh Yoona baik bangetttt.. Kasian uda mau nikah trs ditinggal (˘̩̩̩.˘̩ƪ) Bagus.. Tp kasian Yoona ..

    Like

Leave a comment